Share to Facebook Share to Twitter Stumble It More...
Silahkan klik jika anda butuh info dibawah ini

Terima Menjadi Agen Pulsa All Operator + Pendaftaran Gratis


DAFTAR ISI

Widget by 3dho

Mau Seperti ini..? Klik

Teknik Peningkatkan Produktivitas Itik Petelur Afkir


Pengembangan Teknik Pemanfaatan Cairan Folikel Ovarium Kambing Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Produktivitas Itik Petelur Afkir

Roimil Latifa
University of Muhammadiyah Malang Lecturers
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang. Telp. (0341) 464318.



Abstrak
Latar Belakang: Ovarium betina mengandung sekitar 40.000 – 300.000 folikel namun hanya beberapa folikel yang berovulasi, sehingga ratusan ribu sisanya tidak termanfaatkan. Untuk itu perlu kiranya memaksimalkan pemanfaatan folikel sebagai sumber daya biologi melalui sentuhan teknologi.  Cairan folikel ovarium kambing dapat digunakan untuk menggantikan hormon sintetis untuk meningkatkan produktivitas itik petelur afkir.
Metode: Cairan folikel diambil dari 50 ovarium kambing di rumah pemotongan hewan. Parameter yang diukur meliputi kandungan hormon (estrogen, folicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan progesterone). Cairan folikel kemudian digunakan sebagai perlakuan pada 60 ekor itik petelur afkir (umur 44-50 bulan).  Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan 6 level injeksi 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ml setiap dua minggu, setiap perlakuan diulang 10 kali.
Hasil:  Kandungan hormon dalam ovarium kambing adalah 11.500 pmol/L Estrogen, 1.7 IU/L FSH, 0.22 IU/L LH, dan 27 nmol/L Progesterone.  Injeksi formalin 0.4 ml/2 minggu secara nyata (P<0,05) meningkatkan produktivitas telur, dengan persentase masing-masing 6,93; 8,91; 13,86; 14,85; 35,64; and 19,80.
Kata kunci: folicle, ovarium, produktivitas, itik petelur afkir.




PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan peternakan, diarahkan dalam upaya menyediakan bahan pangan asal ternak yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar, Idealnya peran ternak dapat dioptimalkan sebagai penyedia pangan hewani bagi seluruh penduduk negeri ini. Sayangnya, secara realistik belum semua produk pangan asal ternak dapat memberikan sumbangan yang nyata, sehingga perlu upaya alternatif, berupa terobosan teknologi untuk mempercepat pemenuhan kecukupan pangan hewani, baik melalui pendekatan kuantitatif (peningkatan populasi) maupun pendekatan kualitatif (produktivitas per unit ternak).

Ternak itik merupakan komoditi ternak unggas yang potensial sebagai penghasil telur dan daging. Sumbangan  ternak itik terhadap produksi telur nasional cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Disamping ukuran telurnya yang lebih besar dari telur ayam kampung, ternak itik mudah pemeliharaannya, mudah beradaptasi dengan kondisi setempat serta merupakan bagian dari kehidupan masyarakat tani pedesaan.

Sintesis produk pangan hewani pada dasarnya merupakan proses perakitan bahan-bahan organik di dalam sel, untuk menghasilkan produk pangan yang akan dipanen dari ternak, yang berupa telur, daging, maupun susu. Proses ini melibatkan fungsi dari ketersediaan bahan baku, kapasitas sel-sel perakit sebagai “pabrik”, dan pelaku yang mensintesis di bawah pengaturan hormon. Kaitannya dengan proses fisiologi reproduksi (induk), folikel merupakan titik awal yang perlu disoroti sebagai salah satu”pabrik” sumber penghasil sel telur, hormon konseptus (kebuntingan), dan hormon mammogenik (kelenjar susu). Sayangnya, dibidang fisiologi reproduksi, selama ini telah terjadi inefisiensi pemanfaatan folikel pada induk betina. Kedua ovarium betina mengandung sekitar 40.000 – 300.000 folikel bahkan lebih. Namun selama hidupnya ternyata hanya beberapa folikel yang berovulasi, sehingga ratusan ribu sisanya tidak termanfaatkan. Untuk itu perlu kiranya  memaksimalkan pemanfaatan folikel sebagai sumber daya biologik melalui sentuhan teknologi.

Objek Penelitian
Objek utama dalam penelitian ini adalah cairan folikel ovarium kambing dan itik petelur afkir.  Cairan folikel ovarium kambing diberikan dengan cara disuntikan secara intra muskular.

Aspek yang diteliti pada tahun pertama ini adalah :
1. Identifikasi  kandungan dan kadar hormon dari ovarium kambing sebagai sumber hormon pemacu pertumbuhan pada itik petelur afkir.
2. Rekayasa reproduksi itik petelur afkir dengan menyuntikan cairan folikel ovarium kambing secara intra muskular dengan berbagai dosis.

Lokasi Penelitian
            Tempat pengambilan ovarium kambing yang digunakan sebagai sumber hormon dalam penelitian ini adalah RPH (Rumah Pemotongan Hewan) yang ada di kota malang. Uji kandungan hormon dari cairan folikel ovarium kambing dilakukan di Laboratorium Endokrinologi RS Dr Soetomo, Surabaya dan di Lab. Biologi UMM. Rekayasa reproduksi itik afkir dilakukan di Laboratorium Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.

Hasil Yang Diharapkan
Pada akhir penelitian hasil yang diharapkan adalah diperoleh :
a.       Hasil identifikasi kandungan dan kadar hormon ovarium kambing
b.       Memperoleh dosis optimal cairan folikel ovarium kambing yang dapat memacu produktivitas itik petelur afkir
c.       Informasi tentang uji efektifitas berbagai dosiss cairan folikel ovarium kambing terrhadap telur dan karkas

Urgensi Penelitian
Penurunan produksi telur itik sehubungan dengan penambahan umur erat hubungannya dengan fungsi fisiologis organ-organ reproduksi. Fungsi organ-organ reproduksi sangat dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior (Hafezt , 2000 ). Pemacu pertumbuhan yang sering digunakan adalah hormon, antibiotik dan mineral (Soeparno, 1994). Hormon sintetis yang sering digunakan  sebagai preparat hormon pemacu pertumbuhan pada golongan ruminantia dan unggas adalah DES (Diethyl Stilbestrol). Penggunaan DES menimbulkan polemik bagi peternak karena di satu sisi menguntungkan dan di sisi yang lain DES meninggalkan residu dalam karkas daging.

Penelitian ini sangat relevan dengan program pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia maupun peningkatan pendapatan masyarakat melalui pengembangan industri peternakan. Oleh karena itu diperlukan dukungan IPTEK khususnya bidang reproduksi untuk menghasilkan penemuan yang dapat dipakai dalam peningkatan kualitas telur dan karkas itik dan memperpanjang masa produktif dari itik petelur afkir, sehingga dapat diterima konsumen dengan kuantitas yang cukup dan kualitas standart.

TINJAUAN PUATAKA
Tinjauan Tentang Itik
Ternak itik merupakan komoditi ternak unggas yang potensial sebagai penghasil telur dan daging. Sumbangan  ternak itik terhadap produksi telur nasional cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah ayam ras. Disamping ukuran telurnya yang lebih besar dari telur ayam kampung, ternak itik mudah pemeliharaannya, mudah beradaptasi dengan kondisi setempat serta merupakan bagian dari kehidupan masyarakat tani pedesaan. Hingga kini usaha ternak itik masih didominasi oleh peternakan skala kecil, bersifat tradisional ekstensif, tingkat keterampilan peternak yang rendah, modal kecil serta adopsi teknologi rendah, mengakibatkan masih rendahnya produktivitas ternak itik. Cara beternak itik yang pada umumnya ekstensif tampaknya mempunyai arti besar dalam perekenomian peternak. Terlihat adanya pemeliharan ternak itik yang bersifat turun temurun. Pengembalaan itik sistim berpindah  dari suatu lokasi ke lokasi lain, tampaknya tidak dapat lagi dipertahankan. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan mengarahkan peternak untuk mengelola ternak itik secara semi intensif dan intensif (itik lahan kering).

Permasalahan yang sering terjadi dalam usahatani di Indonesia, pada umumnya pelaku usahatani adalah petani kecil dengan kriteria sebagai berikut: (1) Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, (2) Mempunyai sumber daya terbatas dan tingkat hidup yang rendah, (3) Produksi usahatani yang bercorak sub sisten serta (4) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya (Soekartawi dkk., 1986). Petani tersebut memiliki lahan sempit, pendapatan yang rendah, modal usahatani kecil serta tingkat pengetahuan yang sangat terbatas.

Strategi Pengembangan Peternakan Itik. Analisis yang akan digunakan untuk menetapkan strategi pengembangan peternakan itik dilakukan dengan model  SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats) menurut Rangkuti (2000). Berdasarkan konsep analisis tersebut, dapat diidentifikasi kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman terhadap pengembangan peternakan itik.

Konsumsi Hasil Ternak
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat konsumsi hasil ternak tingkat nasional perkapita/tahun dari tahun 2003-2007, serta kebutuhan akan protein hewani tingkat nasional perkapita/tahun dari tahun 2003 – 2007.



Tabel 1. Konsumsi hasil ternak tingkat nasional perkapita/tahun (2003-2007) Kg/Kapita/Tahun
No
Uraian/Item
2003
2004
2005
2006
2007
1
Daging
5,96
6,17
7,11
-
6,58
2
Telur
4,11
4,38
4,71
-
5,3
3
Susu
6,69
6,78
6,80
-
11,01
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur 2003-2007



Tabel 2.  Konsumsi protein hewani tingkat nasional perkapita/tahun (2003-2007) Kg/Kapita/Tahun
No
Uraian/Item
2003
2004
2005
2006
2007
1
Daging
2,81
2,91
3,37
1,24
3,12
2
Telur
1,30
1,39
1,49
1,52
1,63
3
Susu
0,59
0,59
0,60
0,58
0,97
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Jawa Timur 2003-2007



Tinjauan Tentang Folikel Ovarium
1.      Pemanfaatan Folikel Dalam Perbaikan Produktivitas Ternak
Ada beberapa peluang bagaimana folikel dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki produktivitas ternak di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan produksi daging, susu, transfer embrio, dan alat seleksi sumber bibit (Sumaryadi, 2003). Hal ini dapat dilakukan antara lain melalui perbaikan pakan (flushing), pengunaan hormon multipel ovulasi maupun metode immunologis.

2. Pemanfaatan Folikel untuk Memperbaiki Produksi Daging
 Bagaimana memanfaatkan folikel untuk memperbaiki produksi daging?. Selama ini kita masih memandang sempit terhadap masalah produksi daging yang hanya ditekankan pada pertumbuhan ternak setelah lepas sapih sampai mencapai bobot dipasarkan. Bahwa usaha peningkatan produksi ternak daging perlu dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih pada periode awal pertumbuhan suatu individu. Segmen pertumbuhan ini perlu diintervensi untuk menyelamatkan individu dari kematian dan memperbaiki perkembangannya untuk mendapatkan bobot lahir yang lebih baik.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan, dengan memperbanyak jumlah folikel yang berovulasi ternyata diikuti dengan meningkatnya konsentrasi hormon konseptus (progesteron dan estrogen), dan secara drastis memicu pertumbuhan kelenjar uterus sebagai “pabrik” penghasil susu uterus. Laju pertumbuhan dan sintesis ini terindikasi dengan meningkatnya bobot uterus, kadar DNA (populasi sel), RNA (aktivitas sintesis), jaringan ikat kolagen maupun glikogen jaringan uterus (Sumaryadi et al., 2000). Sejauh ini pengaturan hormonal pada pertumbuhan embrio (selain penyedia susu uterus) masih belum banyak diketahui. Hanya dari beberapa laporan penelitian, hormon tersebut ternyata dapat memodulasi ekspresi beberapa faktor tumbuh yang mempunyai dampak substansial terhadap perkembangan fetus di dalam kandungan. Hal ini terlihat jelas dengan meningkatnya pertumbuhan prenatal, total bobot lahir, dan ukuran vital statistik tubuh anak (Sumaryadi et al., 2002). Hasil penelitian ini telah  diaplikasikan di kelompok ternak Banjarharjo Kabupaten Brebes, dan terjadi peningkatan total bobot lahir anak sebesar 16.54%, serta panjang dan tinggi badan sebesar 5.68 – 6.73%.

3. Pemanfaatan Folikel untuk Memperbaiki Induk Resipien
Pemanfaatan Folikel untuk Memperbaiki Induk Resipien ternyata, Keberhasilan aplikasi embrio transfer di Indonesia baru mencapai 10.58%, sedangkan secara nasional ditargetkan 10 – 20 %, dan keberhasilan dunia baru 25 – 30% (Samariyanto, 2004). Rendahnya keberhasilan ini, kami menduga akibat kegagalan uterus menerima embrio saat implantasi. Dengan asumsi, Jika pada saat implantasi jaringan uterus (rahim induk) resipien belum siap, maka zigot yang mulai menempel pada dinding uterus diduga akan mati, bahkan kalau masih hidup pun tidak akan mampu berkembang dengan baik. Sampai saat ini, kesiapan uterus induk resipien sebagai penghasil susu uterus untuk menunjang daya hidup embrio, masih belum terdokumentasi dengan baik. Sebaliknya, pemanfaatan folikel untuk induk donor telah berkembang guna memproduksi embrio, baik secara invivo maupun invitro. Hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, dengan memperbanyak folikel telah terbukti memperbaiki kinerja induk dan anak yang dilahirkan. Informasi ini tentunya dapat memberi peluang untuk memperbaiki kinerja induk resipien pada program embrio transfer di Indonesia.

Studi/Hasil Penelitian Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan
            Beberapa penelitian terkait yang sudah terbukti sebagai pemacu produktivitas. Yaitu :
1.       R. Latifa (2003), menyatakan bahwa pemberian hormone PMSG sebesar 20 IU yang diberikan tiap dua minggu sekali meningkatkan produktivitas harian  itik petelur afkir.
2.       R. Latifa, Sarmanu, (2004 ) telah melakukan penelitian tentang kemampuan hormon PMSG terhadap peningkatan kualitas telur itik afkir.
3.       R. Latifa (2005), menyatakan bahwa pemberian cairan folikel ovarium kambing sebanyak 0,15 ml secara IM mempengaruhi kadar protein dan kolesterol darah itik jantan.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitihan
Tujuan khusus dari penelitian ini  (Tahun I) adalah untuk memperoleh informasi tentang pemanfaatan bahan limbah RPH yang berupa cairan folikel ovarium kambing sebagai pemacu pertumbuhan yang murah dan ada jaminan keamanan dari produk pertumbuhan. Penelitian ini dilakukan dalam 3 fase utama yang tujuan tiap-tiap fase adalah : 1). Memperoleh informasi tentang kandungan dan kadar hormon dari cairan folikel ovarium kambing, 2). Memperoleh informasi tentang dosis optimal dari cairan folikel ovarium kambing yang efektif terhadap produktifitas itik petelur afkir dan 3).Memperoleh informasi tentang produktifitas itik petelur afkir

Manfaat Penelitihan
Penelitian ini bermanfaat untuk :
1.       Bagi masyarakat petani itik , penggunaan cairan volikel ovarium kambing ini dapat menjadi terobosan untuk memecahkan permasalahan pengadaan bibit karena bibit afkir tidak mengalami harga yang sangat menurun karena masih bisa diperoleh telurnya sekaligus dapat diperoleh bahan biologis yang murah dan dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan organ reproduksi.
2.       Bagi peneliti, penelitian tahap I merupakan base line study untuk uji lanjut secara kimiawi yaitu uji kualitas telur dan karkas dan uji residu hormon pada telur dan karkas sebagai jaminan adanya keamanan konsumsi bahan pangan.


METODE PENELITIAN

            Untuk menggambarkan strategi penelitian yang akan dilakukan diringkaskan dalam bentuk flowchart pada gambar 1. Tahapan rencana penelitian  dijabarkan sebagai berikut :
Judul Tahap Penelitian :
Identifikasi Kandungan Cairan Folikel Ovarium Kambing dan Rekayasa Reproduksi Itik Petelur Afkir.

Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah RAL dengan 6 perlakuan dan ulangan sebanyak 10 kali dan deskriptif.
·         Jenis penelitian ini adalah eksperimen sungguhan (true eksperiment) dengan post test only control group
·         Objek penelitian  : Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ovarium kambing yang diperoleh dari RPH sebanyak 50 buah dan Itik petelur afkir (umur 44- 50 bulan).sebanyak 60 ekor.
·          Peralatan penelitian : Seperangkat alat spuit jarum uk 1 ml dan 5 ml, kandang bateray, tempat makan dan minum, Seperangkat alat pengujian kadar dan macam-macam hormon.
·         Teknik pengambilan cairan folikel, Ovarium kambing didapatkan dari Rumah Potong Hewan (RPH) dipilih kondisinya yang normal dan sudah ada folikelnya. Pengambilan cairan folikel dilakukan dengan cara menghisap cairan folikel dengan menggunakan spuit 5 ml. Cairan yang terkumpul ditampung dalam tabung reaksi dan dibiarkan beberapa menit hingga tampak jernih.Kemudian cairan yang jernih (bagian atas) dihisap menggunakan spuit untuk kemudian difiltrasi dengan milipore 2 mikron. Hasil filtrasi ditampung dalam tabung reaksi steril 10 ml.
·         Variable penelitian : Dalam penelitian ini sebagai variabel bebas adalah dosis cairan folikel ovarium kambing dan variabel terikatnya adalah produktivitas itik petelur afkir, sedang variabel kontrol meliputi umur itik,  kondisi pakan, kandang, obat anti strees, dan lingkungannya.
·         Teknik Analisis Data : Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan cross table untuk data kadar dan kandungan hormon dari ovarium kambing. Sedangkan data produktivitas itik petelur afkir dianalisis dengan Anava 1 Arah dan bila hasil pengujian analisis signifikan akan dilanjutkan dengan uji BNT 5 %





HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan Kondisi Fisik Itik Petelur Afkir
Tabel 3. Pemberian Berbagai Dosis Suntikan Cairan Folikel Kambing Terhadap Pertambahan Berat Badan Itik Petelur Afkir
No
Dosis Perlakuan (ml)
Jumlah Itik (ekor)
Jumlah itik hidup
Jumlah itik mati
Pertambahan berat badan (gram)
1
0,1
10
10
0
20
2
0,2
10
10
0
20
3
0,3
10
10
0
25
4
0,4
10
10
0
25
5
0,5
10
10
0
25
6
Kontrol
10
10
0
20
Jumlah
60
60
0
135
Rata-rata
10
10
0
22,5

Tabel 4Kondisi Rontok Bulu (fase moulting) Pada Itik Petelur Afkir Selam                 Perlakuan
No
Perlakuan (ml)
Jumlah hewan (ekor)
Moulting (ekor)
Prosent (%)
Lama moulting (hari)
1
0,1
10
2
20
12
2
0,2
10
1
10
10
3
0,3
10
2
20
12
4
0,4
10
Normal
0
-
5
0,5
10
1
10
13
6
Kontrol
10
3
30
13
Jumlah
60
9
90
60
Rata-rata
10
1,8
18
12

Tabel 5. Rata- rata Perilaku Itik Petelur Afkir Selama 6 jam Setelah Diberi Suntikan Cairan Folikel Ovarium Kambing Secara Intra Muscular
No
Perlakuan (ml)
Jumlah hewan
Frekuensi mandi(menit)
Frekuensi makan
Frekuensi minum
Frekuensi birahi (ekor)
1
0,1
10
25
20
26
1
2
0,2
10
20
24
29
1
3
0,3
10
25
24
29
1
4
0,4
10
25
25
29
5
5
0,5
10
25
20
26
3
6
Kontrol
10
25
20
24
2
Jumlah
60
145
133
163
13
Rata-rata
10
24,2
22,17
27,17
2,17



Tabel 6. Kandungan dan Rata-rata Kadar Hormon Folikel Ovarium Kambing
No
Item hormon
Kadar
Keterangan
1
FSH
1,7 IU/L,
60 buah ovarium
2
LH
0,22 IU/L
60 buah ovarium
3
Estrogen
11,500 pmol/L
60 buah ovarium
4
Progesteron
27 nmol/L
60 buah ovarium

Tabel 7.     Rata-rata persentase produksi telur harian itik petelur afkir setelah diberi suntikan cairan folikel ovarium kambing
No
Perlakuan (ml)
Persentase Produksi Telur
1
0.1
8,91
2
0,2
13,86
3
0,3
14,85
4
0,4
35,64
5
0,5
19,80
6
kontrol
6,93

Tabel 8.     Rata-rata Jumlah Telur Itik Afkir Setelah Diberi Suntikan Cairan Folikel Ovarium Kambing Pada Berbagai Konsentrasi (butir)
No
Perlakuan (ml) /Ulangan
Kontrol
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
1
1
1
0
0
0
2
1
2
2
0
1
1
2
5
1
3
3
1
1
3
1
3
3
4
4
1
2
1
1
5
4
5
5
1
1
1
5
3
4
6
6
0
1
1
1
4
1
7
7
1
2
2
0
5
2
8
8
1
0
2
2
2
2
9
9
1
0
2
1
5
0
10
10
0
1
1
2
3
2
Jumlah
7
9
14
15
36
20
Rata-rata
0,7
0,9
1,4
1,5
3,6
2,0
SD
0,48
0,74
0,84
1,43
1,26
1,33



ANALISIS DATA dan PEMBAHASAN

Pemberian Berbagai Dosis Suntikan Cairan Folikel Kambing TerhadapKondisi Fisik Itik Petelur Afkir
 Data pada tabel 5.1 di depan menunjukkan bahwa pemberian suntikan cairan folikel ovarium kambing pada itik petelur afkir tidak menunjukkan adanya permasalahan yang serius walaupun itik dipelihara pada sistem kandang baterei. Hal tersebut menunjukkan bahwa itik memiliki sifat yang adaptif dan tahan terhadap perubahan cuaca terbukti sampai di akhir penelitian tidak ada itik yang sakit ataupun mati. Budidaya itik memiliki kelebihan dibanding kelompok unggas lain seperti ayam ras, buras ataupun burung puyuh, kelebihan itu terlihat pada produktivitas telur itik lebih tinggi dibanding ayam ras, sementara perawatanya lebih mudah dan ekonomis cukup dengan pola ”umbaran di sawah/sungai” itik dapat mudah memperoleh sebagian makanan yang dibutuhkan. Harga satuan telur itik dihitung per butir bukan kiloan seperti telur ayam buras. Selain itu telur itik memiliki bentuk, warna dan kandungan gizi yang lebih tinggi dibaning ayam buras.

Kondisi Rontok Bulu (fase moulting) Pada Itik Petelur Afkir Selama Perlakuan
            Data pada table 5.2 menggambarkan hamper pada semua perlakuan itik mengalami fase rontok bulu (moulting). Pada fase moulting itik tidak bisa bertelur. Kondisi ini mengakibatkan produktivitas itik menurun. Biasanya masa moulting pada ayam  berkisar selama 30 hari, namun pada itik fase moulting idak seperti pada ayam sehingga itik masih dapat menguntungkan petani. Rata-rata jumlah itik yang mengalami masa moulting pada tiap perlakuan adalah 16 % dengan rata-rata lama moulting adalah 12 hari. Artinya praktis dalam waktu tersebut itik tidak akan bisa bertelur. Ada tiga fase moulting secara umum pada itik tetapi hal itu tidak mutlak terjadi. Itik betina siap bertelur pada usia 6-7 bulan. Periode bertelur itik yakni tiga kali periode produksi selama 38-40 bulan. Setelah periode bertelur pada umur 17-19 bulan itik mengalami fase moulting yang pertama dan berjalan selama 13-15 hari. Dalam siklus hidupnya itik mengalami fas moulting sebanyak 3-4 kali. Yakni mouting pertama pada umur 15 atau 18 bulan, kedua umur 26 atau 28 bulan dan ketiga umur 38 atau 40 bulan. Selama fase moulting itik akan berhenti bertelur dan jika hal tersebut dibiarkan secara alami akan memerlukan waktu sekitar 30 hari untuk bisa bertelur kembali. Biasanya para petani setelah itik mengalami masa moulting kedua dan habis bertelur itik langsung dijual karena produktivitasnya sudah menurun.

Perilaku Itik Petelur Afkir Selama 24 jam Setelah Diberi Suntikan Cairan Folikel Ovarium Kambing Secara Intra Muscular
            Data pada tabel 5.3 di depan menunjukkan sifat itik dalam perilakunya setelah mendapat suntikan cairan folikel ovarium kambing pada berbagai konsentrasi,  tidak membuat itik menjadi stress juga keinginan untuk menghabiskan makan dan minum masih normal jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Setiap pagi sekitar jam 06 wib  itik-itik dilepas ke kandang umbaran dari kandang baterei selama kurang leih satu jam, dengan tujuan itik yang biasanya berendam di air dalam kesehariannya masih tetap bisa melakukan aktivitas berendam walaupun hanya satu jam. Frekuensi makan dan minum pada setiap kelompok perlakuan tidak ada beda yang nyata. Sehingga masing-masing itik dikatakan dapat beradaptasi dengan cara dikandangkan dengan sistem baterey. Itik selama masa perlakuan juga menunjukkan keinginan untuk senggama dan tertinggi ada pada kelompok perlakuan pemberian suntikan sebesar 0,4 ml/2 minggu, yang kemudian berturut-turut diikuti kelompok perlakuan 0,5 ml/2minggu dan kelompok kontrol. Cairan folikel ovarium kambing dengan kandungan hormon estrogen yang cukup mampu untuk menstimulir pertumbuhan folikel pada itik afkir sehingga pengaruhnya hewan dalam keadaan birahi.

Kandungan dan Rata-rata Kadar Hormon Folikel Ovarium Kambing
            Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengaetahui kandungan hormon ovarium beserta kadarnya. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa ovarium potensial untuk digunakan sebagai bahan sumberdaya biologis untuk memperbaiki produktivitas ternak guna menopang kecukupan pangan hewani. Kandungan hormon yang dapat diidentifikasi di Lab. Endokrinologi RSU. Dr. Soetomo didapatkan antaralain : Estrogen, Progesteron , FSH dan LH. Masing-masing hormon tersebut memiliki pengaruh yang saling menunjang pertumbuhan organ reproduksi ataupun tanda-tanda kelamin sekunder. Tiga macam hormon dihasilkan dari kelenjar ovarium yaitu : Estrogen : Menyebabkan birahi dan menstimulir pertumbuhan alat kelamin dan pertumbuhan sifat kelamin sekunder (ada 4 macam yaitu : Estrone, Estriol dari plasenta, Estradiol 17α dari ovarium dan Estradiol 17 β);  Progesteron : Pertumbuhan sel-sel endometrium sebelum dan selama hewan bunting (berasal dari korpus luteum) dan Relaksin Hormon : Relaksasi simphesis pubis (ditemukan di uterus, tenunan plasenta dan ovarium).

Rata-rata Jumlah Telur Itik Afkir Setelah Diberi Suntikan Cairan Folikel Ovarium Kambing Pada Berbagai Konsentrasi (butir)
            Uji statistik awal yang dilakukan dari data pada tabel 5.5 di depan adalah uji normalitas dan homogenitas data. Hasil yang didapatkan data berdistribusi normal dan bersifat homogen. Sehingga data telah memenuhi syarat untuk dilakukan uji statistik berikutnya yaitu uji Anava satu arah. Hasil selengkapnya sebagai berikut: 

Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas itik petelur afkir dapat dilakukan dengan memanfaatkan  cairan folikel ovarium kambing yang diberikan dengan suntikan intra muskular. Hasil analisis mendapatkan harga F hit > F tab 5% dan 1% (9,48 > 2,39 dan 3,38) yang artinya berbagai dosis cairan folikel ovarium kambing pada berbagai dosis signifikan memberikan perbedaan pengaruh.

Uji statistik selanjutnya yang digunakan adalah uji BNT 5 %, hasil yang didapatkan bahwa perlakuan pemberian suntikan dengan dosis 0,4 ml/2minggu berperan efektif terhadap peningkatan produktivitas itik petelur afkir dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Adanya perbedaan ini   membuktikan bahwa penyuntikan cairan folikel ovarium kambing pada itik fase akhir produksi  dengan dosis 0,4 ml berperanan meningkatkan jumlah produksi telur. Estrogen mempunyai aktivitas biologis yang bersifat sebagai FSH dan sedikit LH. Sebagai FSH, maka penyuntikan cairan folikel ovarium kambing dapat merangsang pertumbuhan folikel pada ovarium, terutama pertumbuhan folikel-folikel kecil (Hafez, 2000). Estrogen yang ada di dalam cairan folikel ovarium kambing bersama FSH endogen merangsang folikel yang primer untuk memasuki fase pertumbuhan yang lebih cepat. Aktivitas sebagai LH, hormon dalam cairan folikel ovarium kambing yang juga bekerja sama dengan  hormon LH endogen dapat merangsang pertumbuhan folikel menjadi lebih besar. Hormon dalam cairan folikel ovarium kambing akan meningkatkan produksi estrogen dan progesteron oleh folikel. Cairan folikel ovarium kambing dosis tinggi menyebabkan peningkatan kadar estrogen dan progesteron yang lebih tinggi, kondisi ini mengakibatkan umpan balik negatif terhadap sekresi LH. Akibat rendahnya kadar LH, maka ovulasi terhambat. Sehingga pada dosis cairan folikel ovarium kambing yang lebih tinggi lebih banyak folikel yang gagal ovulasi dan menjadi folikel atretik (Hafez, 2000 dan Johnson et al .,1985). Hal ini terbukti pada penyuntikan cairan folikel ovarium kambing pada itik dengan dosis 0,5ml yang ternyata menghasilkan produksi telur tidak sebaik kelompok perlakuan penyuntikan 0,4 ml.

 Pemanfaatan kelimpahan folikel untuk memperbaiki produktivitas ternak dapat diarahkan melalui perbaikan produksi daging, susu, perbaikan induk resipien, dan secara tidak langsung dapat digunakan sebagai penciri genetik (genetic marker) untuk alat seleksi dini memperoleh jumlah anak lahir yang diinginkan maupun menguji keragaman rumpun ternak di daerah. Aplikasi pemanfaatan folikel untuk memperbaiki produktivitas ternak diharapkan dapat menopang percepatan pemenuhan kecukupan pangan hewani.

Rata-rata persentase produksi telur harian itik petelur afkir setelah diberi     suntikan cairan folikel ovarium kambing
            Produksi telur dalam penelitian ini ditentukan dari nilai persentase produksi rata-rata harian (Hen Day Production). Berdasarkan persentase rata-rata produksi telur harian (tabel 5.6) ternyata pemanfaatan cairan folikel ovarium kambing mulai dosis 0,1 sampai 0,4ml sangat nyata meningkatkan produksi telur sebesar 8,91% sampai 35,64%. Sedangkankelompok kontrol sebesar 6,93%. Perbedaan produksi telur dalam penelitian ini diakibatkan oleh banyak faktor antara lain : faktor genetik, cara pemeliharaan dan pemberian pakan, seperti yang dijelaskanoleh Kingstone (1979), Mugiyono dkk (1989).
            Pada tabel 5.6 di depan menunjukkan bahwa produktivitas tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan 0,4ml yakni sebesar 35,64%. Adanya perbedaan ini dikarenakan dengan disuntikkannya cairan folikel ovarium akan mengakibatkan terjadinya peningkatan protein dan asam amino> Hal itu disebabkan estrogen yang terdapat dalam cairan folikel ovarium kambing mampu merangsang korteks adrenal untuk lebih banyak meningkatkan metabolisme protein karena adanya retensi nitrogen yang melimpah.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.       Cairan folikel ovarium kambing mengandung hormon :
Item hormon
Kadar
FSH
1,7 IU/L,
LH
0,22 IU/L
Estrogen
11,500 pmol/L
Progesteron
27 nmol/L
2.       Dosis optimal cairan folikel ovarium kambing sebesar 0,4ml efektif
      meningkatkan produktivitas itik petelur afkir.
3.       Produktivitas telur itik tertinggi pada perlakuan 0,4ml yaitu sebesar 35,64%.dan terendah pada perlakuan 0,1ml sebesar 8,91%.

Saran
  1. Untuk mengetahui tingkat keamanan yang akurat dalam mengkonsumsi telur dan karkas, maka perlu diuji residu hormon pada telur dan karkas.
  2. Untuk mengetahui tentang kelayakan konsumsi telur dan karkas maka perlu diuji kualitas telur dan karkas.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1999a. Jawa Timur Dalam Angka. BPS Jawa Timur. Surabaya.
Anonimous. 1999b. Statistik Sektor Pertanian di Indonesia. BPS Jakarta.
Anonimous.  2002. Beternak Itik Tanpa Air. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal 4-9.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press. Jakarta. Hal 53-55.
Appleby, M.C., Hughes, B.O., Elson, A. 1992. Poultry Production System. Behaviour. Management and Welfare. CAB International. Walling Ford. P: 30-31.
Artiningsih, N.M., Purwantara, B., Achjadi, R.K.,  Sutama. I.K. 1996. Pengaruh Penyuntikan PMSG Terhadap Kelahiran Kembar Pada Kambing Dara Peranakan Etawa. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner,  Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian. Vol 2 (1).  Hal 14.
Blakely, J. and Bade, D.H. 1991. Ilmu Peternakan. Terjemahan; Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal. 76.
Callesen, H.A.  and T. Greve. 1992. Use of PMSG Antiserum in Superovulated Cattle. Theriogenology. 38 : 959-968.
Ciptaan, G. 2001. Penilaian Kualitas Ransum Itik yang Mengandung Kulit Pisang Batu Fermentasi. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Vol.07. No. 3.     Hal. 5.
Cole, H.A. and Cupps, P.T. 1969. Reproduction in Domestic Animals. 2 nd Ed. Acad. Press. New York. P: 572-581.
DiPalma, R. 1971. Drills Pharmacology in Medicine. 4 th Ed. Mc. Graw – Hill Book Company. New York. P: 1358-1359.
Dieleman, S. J., Bavers, M.M. and  De Loos, F.A.M. 1993. PMSG/Anti PMSG in Cattle. A Simple and Efficiency Superovulatory Treatment. Theriogenology. 39 : 25-41.
Grow, O. 1972. Modern Waterfowl Management and Breeding Giude. American bantam Association, North Amherst, MA.  P: 578-581.
Grzimek, B. 1972. Animal Life Encyclopedia. Vam Nostrand Reinhold Company. New York.
Griffin, H.D. 1992. Manipulation of Egg Yolk Cholesterol. A Physiology View. World Poul. Sci. J. 48: 101-112.
Guyton, A.C. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemah. A. Darma dan E. Lukmanto. P.T. E.G.C. Penerbit. Buku Kedokteran. Jakarta.
Hafez, E. S. E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7 th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. P: 385-393. 394-398.
Hardjopranjoto, S. 2000. Diktat Endokrinologi Umum. Pragram Pascasarjana. Universitas Airlangga. Surabaya. Hal. 209-223.
Hardjopranjoto, S. 1988. Fisiologi Reproduksi. Edisi ke 2. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. . Hal. 149 –151.
Hubbard, G.M. and Rojas, F.J. 1994. Stimulation of Ovarian Adenyl Cyclase Activity By Gonadotrophin During the Natural And Gonadothropin Induced Cycles in The Hamster. Hum. Repro. Des. 9 (12). P: 2247-2254.
Hu, Z. Y. and Liu, Y.X. 1995. Effect of Prolactin on Gonadotropin Induced Ovarian Estrogen and Progesterophin Production in Mouse. Sheng Li. Hsueh Pao. 47 (1) P: 96-99.
Lehninger, A.L. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Terjemah. M. Thenawijaya. Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hal. 290-292.
Mc. Donald, L.E. 1975. Veterinary Endocrynology and Reproduction. 2 nd. Ed. Lea & Febiger. Philadelphia. P: 216-217.
Mustofa. 1990. Efektifitas Pengobatan Dengan PMSG Intramuskuler Pada Ayam Yang Mengalami Keterlambatan Bertelur Sampai Umur Lebih Dari 6 Bulan. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya.
Murray, R.K., Ganners, D.K., Mayes. P.A., Rodwell. V.W. 1997. Biokimia Harper. Edisi 24. Terjemah.  Ardry. H. Penerbit Buku Kedokteran. P.T. E.G.C. Jakarta . Hal. 266-288.
 Nalbandov, A.V. 1998. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas. Terjemahan. University Indonesian Press. Hal 110-111, 164-175.
Nesheim, M.C., Austic, R.E. and Card, L.E. 1979. Poultry Production. 12 th Ed. Lea & Febiger. USA. P: 38-57.
North, M. O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. Third Edition. Avi Publishing Company. Inc. Westport, Connecticut. P: 27-31, 470, 530.
Rasyaf, M. 1998. Beternak Itik. Kanisius. Yogyakarta. Hal 53.
Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Produksi Telur. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 18-29.
Sasimowsk, E. 1987. Animal Bereding and Production. Elsevier Science Publishing. Co. Inc. New York. P: 512-514.
Sarmanu. 1993. Pengaruh Hormon Gonadotropin  Terhadap Tingkat dan Daya Tetas Telur Ayam Kampung Yang Dipelihara Secara Intensif. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya.
Selvaraj, N. Shetty, G., Vijayalakshmi, K. and Moudgal, N.R. 1994. Effect of Blocking Oestrogen Synthesis With A New Generation Aromatase Inhibitor On Follicular Maturation Induced By PMSG in The Immature Rat. J. Endocrinol. Sep. 142 (3). P: 563-570.



|| Semua isi blog ini bebas di copy paste, dengan mencantumkan sumbernya ||
 sumber : http://ahmadridha89.blogspot.com/
|| Belajar lah untuk menghargai tulisan orang lain ||

0 komentar: on "Teknik Peningkatkan Produktivitas Itik Petelur Afkir"

Posting Komentar