Jika keefektifan organisasi di ukur dari pencapaian tujuannya, sistem yang digunakan, kepuasan para kontituensinya dan kemampuan untuk bersaing, lalu dimanakah letak peranan teknologi dalam mewujudkan keefektifan sebuah organisasi?
Lalu apa sebenarnya teknologi itu?
Anggapan banyak orang, teknologi identik dengan sesuatu yang canggih seperti peralatan yang modern, computer, laptop, robot dsb. Padahal sebenarnya yang teknologi itu luas sekali. Dalam bukunya yang berjudul “Teori Organisasi, struktur, desain & aplikasi”, Robbin mengatakan bahwa teknologi adalah merujuk pada informasi, peralatan, tehnik dan proses yang dibutuhkan untuk mengubah masukan menjadi keluaran[1]. Jadi tidak hanya peralatan yang disebutkan diatas, tapi juga berupa tehnik atau informasi.
Dan bagaimana peranan teknologi dalam organisasi?
Untuk membahas hal ini, makalah ini akan membahas studi kasus tentang PT PLN (persero). Melihat lebih dalam bagaimana teknologi merubah tatanan organisasi di tubuh PLN.
Pada bulan Desember 2009, PLN, Perusahaan Listrik Negara, dipimpin oleh Direktur Utama baru. Dahlan Iskan, CEO Jawapos Group, perusahaan media terbesar di Indonesia, dipilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menahkodai PLN.
Keadaan PLN Sebelum Dahlan Iskan Menjabat Sebagai Direktur Utama
Sebelum Dahlan Iskan menjabat sebagai direktur utama, ada berbagai fakta yang membuat PLN sebagai perusahaan pengelolaan listrik berjalan dengan tidak efektif dan cenderung tidak masuk akal.
- Negara Indonesia potensial energi listrik, tetapi mengalami krisis listrik.
- PLN bersedia membeli listrik seharga Rp 1.050/KWh dari Malaysia, padahal ada pembangkit swasta nasional yang menawarkan Rp 600/KWh
- PLN tidak bisa mendapatkan gas hingga puluhan tahun. Perusahaan ini memiliki banyak pembangkit berbahan bakar gas, yang berkapasitas besar dan kualitas kelas satu, tetapi justru menggunakan solar yang biayanya bisa membengkak tiga kali lipat.
- Di Kalimantan Timur yang kaya batu bara, pembangkit listriknya malah berbahan bakar solar. Kalau dilihat dari kekayaan alam Indonesia, keadaan ini menjadi sungguh ironis, negara kita ekspor batu bara besar-besaran, tetapi juga impor solar habis-habisan.
- Saat ini kebutuhan gas PLN kurang dari 1 juta million metric British thermal units (MMBtu). Jika itu terpenuhi, bisa berhemat Rp 15 triliun per tahun. Ujung-ujungnya, jika gas terpenuhi, dapat mengurangi subsidi pemerintah.
- Sampai tahun 2015, PLN dihadapkan pada dua tantangan.
- Pertama, untuk jangka pendek (1-2 tahun ke depan) listriknya harus nyala dulu agar tidak byar-pet lagi. Untuk itu, PLN menyewa generator dengan biaya sangat mahal. Meski tidak efisien, hal itu harus dilakukan mengingat statusnya adalah Public Service Obligation (PSO), sehingga bagaimanapun ada proses politik yang terkait di BUMN itu.
- Kedua, rencana jangka panjang: harus bisa membangun dan melakukan efisiensi. Tahun 2015 harus bisa rnembangun dan menambah pasokan listrik 20 ribu MW. Untuk itu, dibutuhkan dana sekitar Rp 800 triliun.
- Dilihat dari kinerja secara financial, 2 tahun berturut-turu yaitu pada tahun 2007 dan 2008 PLN masih mengalami kerugian
Tabel 1. Pendapatan laba(rugi) bersih PT PLN (persero)
Pendapatan dan Laba (Rugi) Bersih PT.PLN (Persero) | |||
Tahun | 2007 | 2008 | 2009* |
Jumlah pendapatan usaha (Rp juta) | 114.042.687 | 164.208.510 | 106.244.646 |
Laba (Rugi) bersih (Rp juta) | (5.645.107) | (12.303.716) | 8.346.889 |
Sumber: Laporan Keuangan PT PLN (Persero)
*Keterangan: sampai dengan Q3
Dilihat dari fakta yang terdapat diatas, PLN terlihat sebagai organisasi yang tidak effisien. Dari segi pencapaian tujuan, PLN masih merugi pada tahun 2007 dan 2008. Baru di tahun 2009 kinerja keuangan menunjukkan hasil yang positif. Dari sistem kerja yang digunakan saat ini, PLN masih dinilai memboroskan uang negara sebesar 15 Triliun setahun. Dari sisi konstituensi strategis, PLN belum memuaskan pelanggannya yang menginginkan listrik tidak mati karena kurangnya pasokan listrik.
Lalu Teknologi yang digunakan oleh Dahlan Iskan ?
Pada minggu pertama menjabat, ia sudah merealisasi program jangka pendek. Yaitu, mengganti sumber energi primer dan menyediakan trafo cadangan untuk keperluan distribusi listrik. Penggantian energi primer ini diklaimnya bisa menghemat beban subsidi sebesar Rp 5 triliun tiap tahun.
Langkah awal yang dilakukan untuk mengganti sumber energi primer adalah: meneken kontrak pembelian gas dari Perusahaan Gas Negara. Dengan pembelian gas ini, pasokan gas sebesar 8 billion British thermal unit per hari disalurkan untuk pembangkit tenaga uap di Talang Duku, Sumatera Selatan. Untuk pembangkit Utara disalurkan 150 MMBtu.
Langkah kedua, yaitu membangun 100 unit pembangkit tenaga uap kecil untuk menggantikan mesin diesel yang selama ini digunakan di luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan.
Langkah ketiga, yaitu menyediakan 12 unit trafo cadangan berkapasitas 500 KA buat sejumlah gardu di Jawa, Madura dan Bali. Trafo cadangan ini penting guna mengantisipasi terjadinya gangguan pasokan listrik ketika gardu induk rusak.
Langkah keempat, Untuk penanganan Indonesia Timur hal yang dilakukan adalah, Pertama, mengganti diesel dengan pembangkit listrik kecil berjumlah 70 unit. Kedua, mengadakan pembangkit listrik tenaga matahari besar-besaran. Ketiga, membangun pembangkit mikro hidro besar-besaran di Sulawesi dan Papua.
Tidak hanya masalah teknis yang dibenahi, tetapi juga birokrasi. Yaitu, dengan memangkas jalur pengambilan keputusan. Di sistem Iama PLN, suatu keputusan harus diputuskan di rapat direksi, kemudian dibuat naskah keputusan, lalu ditandatangani seluruh direktur. Akibatnya, ada keputusan yang umurnya sudah setahun, tetapi barn diteken.
Akhirnya, Dahlan mengubah sistem itu lebih pendek birokrasinya. Dibentuk sekitar 6 komite, antara lain Komite SDM, Komite Investasi atau Komite Transmisi. Komite investasi hanya melibatkan ketua komite, direktur keuangan, direktur bisnis dan manajemen risiko, direktur perencanaan dan direktur operasional.
Kalau komite sudah memutuskan, itu adalah keputusan direksi. Kini praktis 2-3 kali rapat sudah kelar, bahkan ada yang sekali rapat.
Setelah birokrasi, Dahlan pun membenahi struktur organisasi. Dulu di bawah direktur terdapat deputi direktur. Otomatis jabatannya adalah wakil direktur. Posisi ini ditiadakan, diganti menjadi kepala divisi.
Guna mengontrol pencapaian target program atau kinerja PLN, Dahlan membentuk lembaga semacam Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang dibentuk mirip ketika Kunturo menjabat sebagai dirut. Jadi, ada satu kepala divisi yang ditugaskan khusus untuk melakukan monitoring target. Misalnya, ditugaskan memantau kemajuan program listrik prabayar, revolusi di Sumatera Utara, dan sebagainya.
Untuk membenahi PLN, Dahlan pun berupaya menanamkan sense of crisis tahun 1998 sebagaimana di Jawa Pos. Saat di kantor media itu, jika kacamatanya patah, ia hanya mengikatnya dengan karet. Lalu, ada juga karyawan yang memintanya tidak naik Mercy lagi, akhirnya ia hanya naik Hyundai kecil. Untuk mengubah mindset karyawan PLN. Dulu terdapat lift khusus dirut, tapi sekarang lift itu boleh digunakan untuk siapa saja
Sebagai pemimpin, Dahlan berusaha memberikan contoh nyata bagi bawahannya. Misalnya, ia disiplin bcrangkat pagi dan pukul 6.45 WIB sudah berada di kantor. Rapat direksi pun diubah menjadi puku17.00 WIB.
Kehadiran Dahlan sejak awal memang ditentang karyawan. Bagaimana mengatasi resistensi itu? Dahlan iskan hanya mendiamkan saja, karena Dia berpikir karyawan kan belum tahu saya lebih jauh.
Hasil yang dicapai dari perubahan teknologi
Pemadaman listrik di beberapa tempat berkurang. Misalnya di Medan, sejak awal Maret sudah tidak ada mati listrik. Listrik di Karimun dan Tanjung Pinang juga tidak mati lagi sejak pertengahan Maret. Di Makassar dan Manado, tidak mati lampu terhitung akhir Maret. Pendeknya, tiap minggu ditargetkan ada peningkatan daerah-daerah yang bebas byar-pet. Jika pemerintah menargetkan crash program mengatasi pemadaman pada Oktober 2010, Dahlan berani mencapai target lebih cepat, yaitu Juni 2010.
Karyawan pun mengakui kehebatan Dahlan. "Visi dan budaya kerja PLN menjadi world class service diperluas dari tadinya Jakarta saja kini hingga area jawa-Bali," ungkap Tri Budi Darmawan, Deputi Manajer Perencanaan Kantor Distribusi Gambir. Budi memuji kini bosnya lebih egaliter karena mau turun ke bawah. "Kami diberi contoh langsung mental melayani," [2]
Kesimpulan
Untuk mengubah kinerja organisasi memang diperlukan teknologi baru. Seperti yang dilakukan Dahlan Iskan di PLN. Dia menggunakan teknologi terbaru untuk mengganti kerja pembangkit, juga teknologi untuk memperpendek jalur birokrasi. Struktur organisasipun ikut berubah dengan adanya teknologi yang dibawa Dahlan Iskan.
Tidak hanya itu, Dahlan Iskan juga membawa teknologi dalam bentuk manajemen manusia untuk mendekatkan diri dengan karyawan PLN. Juga mampu mempersatukan dan memotivasi karyawan PLN untuk menjadi world class quality.
Jadi, teknologi yang tepat akan membuat kinerja suatu organisasi menjadi lebih efektif.
Sumber : Prasetyo
Sumber : Prasetyo
0 komentar: on "Studi Kasus PT PLN (Persero)
Pengaruh Teknologi Dalam Organisasi"
Posting Komentar