Studi Kasus Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
pada UKM Dengan Sumber Daya Terbatas
Muhammad Rahmad dan Zaitun A. B.
Departemen Ilmu Informasi,
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi,
Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Tel: +603 79676432
rahmad@kbrisingupura.com
zab@um.edu.my
Abstraksi
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki peran yang sangat penting terhadap ekonomi Indonesia. Pada 2006, UKM memberi kontribusi Rp1.778,75 triliun atau sekitar 53,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam persaingan global, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memainkan peranan yang sangat penting. UKM akan kesulitan bersaing secara efektif apabila tidak menggunakan TIK. Masukan dari UKM, mereka kesulitan dalam mengimplementasikan TIK disebabkan karena tantangan yang sangat kompleks dan sumber daya yang dimiliki UKM yang sangat terbatas seperti keterbatasan anggaran, tenaga kerja dan tenaga ahli.
Dalam makalah ini, kami menampilkan kepada pembaca studi kasus pada sebuah organisasi dalam usaha mereka melakukan implementasi TI dengan sumber daya terbatas. Makalah ini kami awali dengan pendahuluan tentang implementasi TI dan pengaruhnya secara umum terhadap organisasi. Selanjutnya, kami kemukakan keuntungan dan tantangan yang dihadapi organisasi dalam usaha melakukan implementasi TI untuk mencapai visi dan misi mereka. Kemudian diikuti dengan pengenalan tentang organisasi yang kami jadikan studi kasus. Fokus dari makalah ini selanjutnya langsung kepada model implementasi TI oleh organisasi. Model ini kemudian dibandingkan dengan model implementasi TI lainnya yang digunakan oleh organisasi UKM lain.Kata kunci: Implementasi TI, Pengaruh, Tantangan, Model-model
1. PENDAHULUAN
Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM) memiliki tantangan yang sangat komplek. Banyak UKM yang menemui kesulitan dalam melakukan implementasi TIK dan bahkan banyak pula yang gagal.
Dari hasil investigasi, kesulitan utama yang dihadapi UKM dalam implementasi TIK adalah keterbatasan dalam sumber daya, dan kegagalan dalam implementasi TIK, umumnya disebabkan oleh sumber daya terbatas yang dimiliki oleh perusahaan (IPS, 2007; Ernest-Jones, 2007; Hawlett-Packard, 2007; Doucet, 2007). Wujud sumber daya terbatas dapat dilihat seperti; tidak sanggup mempekerjakan tenaga ahli; tidak memiliki anggaran atau biaya untuk implementasi atau menyewa konsultan membangun, mengoperasikan dan merawat TIK; tidak sanggup mempekerjakan tenaga kerja untuk mengoperasikan dan merawat sistim yang sudah dibangun (Boekhoudt et al., 2004; OECD, 2004).
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki peran yang sangat penting, karena sekitar 95% rata-rata ekonomi satu Negara di jalankan oleh UKM (Kotelnikov, 2007). UKM juga bisa dikatakan sebagai sumber utama pendapatan Negara, bisa menciptakan banyak entrepreneur dan membuka ratusan ribu kesempatan kerja (Unindo, 2003). Sampai Juli 2006, hampir 140 juta UKM di 130 negara mempekerjakan sekitar 65% total tenaga kerja (World Bank (1), 2006). Di Indonesia misalnya, peran penting UKM dapat dilihat pada statistik 2006. Menurut Kementrian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, populasi UKM Indonesia pada 2006 mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98% terhadap total unit usaha. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta orang atau 96,18% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia. Pada 2006, UKM memberi kontribusi Rp1.778,75 triliun atau sekitar 53,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia (Sukandar, 2007). Sangat jelas terlihat bahwa UKM adalah motor penggerak inovasi dan pertumbuhan ekonomi.
Negara-negara di dunia saat ini sudah bergerak dari ekonomi yang berdasarkan industri (industrial based economy) menuju sebuah ekonomi yang berdasarkan pengetahuan (knowledge based economy). Salah satu ciri knowledge based economy adalah memanfaatkan TIK secara efektif (Kotelnikov, 2007). Persaingan global yang didasarkan pada knowledge base economy menggunakan TIK, memberikan pengaruh langsung kepada UKM, baik pengaruh positif maupun negatif.
Pengaruh positif, UKM dapat menikmati berbagai keuntungan dari implementasi TIK. UKM dapat berkomunikasi secara cepat, meningkatkan produktifitas, membangun peluang bisnis baru, dan mereka juga dapat terhubung ke jaringan global (Moodley, 2002). Mereka dapat menggunakan websites dan e-mail untuk meningkatkan kualitas layanan dan memperluas jaringan pelanggan (Raymond, et al., 2005). TIK juga dapat membantu UKM dalam penghematan pengeluaran biaya (Kotelnikov, 2007).
Pengaruh negatif, UKM yang belum menggunakan TIK akan sulit bersaing secara efektif. Sebagai contoh, 60% pemesanan produk Intel dilakukan secara elektronik (Bernama, 2005). Karena e-procurement sudah menjadi pilihan dunia usaha dan pemerintah, UKM yang tidak mempunyai kemampuan dalam penggunaan TIK tidak lagi akan dipilih menjadi business partners (Kotelnikov, 2007). Pengaruh negatif yang lebih parah lagi adalah apabila terjadi kegagalan dalam implementasi. Citra perusahaan dapat menjadi buruk, ditinggalkan pelanggan, kerugian dalam investasi dan sulit untuk dipercaya kembali oleh investor (Ernest-Jones, 2006).
Implementasi TIK seperti jaringan komputer (computer network), akses internet (internet access), email, dan website adalah kebutuhan dasar UKM untuk bisa mengikuti persaingan global (OECD, 2004). Banyak UKM yang sudah melakukan implementasi TIK, tetapi faktanya, TIK yang sudah diimplementasikan tidak memberikan manfaat kepada perusahaan atau implementasi TIK nya gagal.
Dalam makalah ini, kami menampilkan kepada pembaca studi kasus pada sebuah organisasi dalam usaha mereka melakukan implementasi TI dengan sumber daya terbatas. Makalah ini kami awali dengan pendahuluan tentang implementasi TI dan pengaruhnya secara umum terhadap organisasi. Selanjutnya, kami kemukakan keuntungan dan tantangan yang dihadapi organisasi dalam usaha melakukan implementasi TI untuk mencapai visi dan misi mereka. Kemudian diikuti dengan pengenalan tentang organisasi yang kami jadikan studi kasus. Fokus dari makalah ini selanjutnya langsung kepada model implementasi TI oleh organisasi. Model ini kemudian dibandingkan dengan model implementasi TI lainnya yang digunakan oleh UKM lain.
2. IMPLEMENTASI TI PADA UKM
Dari hasil studi diketahui bahwa perusahaan yang menggunakan TI memperoleh berbagai keuntungan. Penggunaan email untuk berkomunikasi dengan pelanggan misalnya, dapat meningkatkan penjualan 3,4% lebih cepat dari yang tidak menggunakan email (Qiang, et al. 2006). Studi lainnya pada perusahaan manufaktur di Kanada, penggunaan e-business telah menaikkan tingkat pertumbuhan penjualan domestik 4% dan ekspor 5% (Raymond, et al., 2005). Meskipun TI telah diyakini dapat memberikan keuntungan yang besar kepada perusahaan, dalam kenyataannya, masih sangat sedikit UKM khususnya di Negara berkembang, yang menggunakan TI. Bahkan, diantara UKM yang menggunakan TI, sebagian besar mengalami kesulitan dalam implementasi atau TI yang diimplementasikan tidak memberikan manfaat yang positif kepada perusahaan (Kotelnikov, 2007).
Beberapa contoh kesulitan atau kegagalan dalam implementasi TI dapat dilihat, misalnya dari studi yang dilakukan Conference Board Kanada terhadap 117 perusahaan pada 2001 yang menunjukkan, 40% proyek TI gagal, dan 25% proyek TI melebihi budget (Kerr, 2006). Studi yang sama juga dilakukan oleh Robbins-Gioia LLC, sebuah perusahaan konsultan manajemen di Alexandria, Virginia-Amerika Serikat, dan menemukan 51% proyek ERP (Enterprise Resources Planning) tidak sukses dilaksanakan (Kerr, 2006). Studi oleh Mercury bekerjasama dengan the Economic Intelligent Unit (EIU) terhadap 1077 perusahaan dunia pada 2005-2006, menemukan hanya satu atau dua proyek implementasi yang memberikan manfaat positif kepada perusahaan (Ernest-Jones, 2007). Economict Intelligent Unit (EIU) juga melakukan studi yang sama terhadap 1125 perusahaan di Asia Pasifik. Hasilnya, 61% proyek implementasi tidak memberikan keuntungan yang positif kepada perusahaan. Khusus untuk Singapura, ketidak-berhasilan itu mencapai 74% dan di Malaysia mencapai 93% (Choudhury, 2007).
Implementasi TI pada UKM yang memiliki sumber daya terbatas (seperti keterbatasan biaya, tenaga kerja dan tenaga ahli), memiliki tantangan yang sangat kompleks. Tantangan tidak hanya berasal dari masalah kemampuan perusahaan atau organisasi, tetapi juga terkait dengan masalah pemerintah (Kotelnikov, 2007; OECD, 2004; OECD, 2002). Tantangan lainnya adalah TI yang bagaimanakah yang bisa memberikan keuntungan kepada perusahaan. (Qiang, et al, 2006). Tantangan dalam implementasi TI dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) perspektif, yakni; tantangan dalam perspektif organisasi, perspektif tekhnis, perspektif non-tekhnis lainnya.
Perspektif Organisasi
Dalam perspektif organisasi, diantara tantangan yang dihadapi adalah TI yang diimplementasikan tidak sesuai dengan kondisi perusahaan. Hal itu disebabkan karena perusahaan tidak memiliki tenaga ahli TI dan manajemen dan karyawan tidak mengerti dalam penggunaan TI sehingga muncul antipati (resistance), adanya keraguan tentang biaya yang digunakan dan keuntungan yang akan diperoleh, pelanggan sulit dalam mengakses internet, apakah keamanan bertransaksi terjamin atau tidak, biaya untuk pembelian peralatan terlalu mahal, biaya untuk pembangunan dan perawatan TI tidak tersedia (Kotelnikov, 2007; OECD, 2004; OECD, 2002).
Perspektif Tekhnis
Dalam perspektif tekhnis, isu implementasi terkait dengan masalah ketersediaan infrastruktur seperti koneksi internet, jaringan telekomunikasi, harga yang kompetitif diantara operator (Matthews, 2007), dan payung hukum (legal framework) (OECD, 2004). Dibeberapa negara berkembang, isu teknis lainnya seperti ketersediaan aliran listrik yang stabil juga menjadi perhatian utama (Matthews, 2007). Akan sangat sulit bagi UKM mengembangkan TI diperusahaannya, apabila infrastruktur TI yang diperlukan tidak tersedia diwilayah itu. Atau, pelanggan yang bertempat tinggal diwilayah itu tidak memiliki kemampuan atau akses kepada TI yang diimplementasikan. UKM juga akan kesulitan dalam implementasi apabila harga infrastruktur masih tergolong mahal atau diluar jangkauan kemampuan UKM. Kepastian hukum dari pemerintah juga akan sangat mempengaruhi jenis TI yang bisa diimplementasikan. Sebagai contoh, jika pemerintah belum menetapkan legal framework untuk bisnis e-commerce, maka tentu UKM akan sulit untuk mengimplementasikan e-commerce.
Perspektif Non-Tekhnis
Dalam perspektif non-teknis (hubungan antar manusia), isu implementasi terkait dengan perilaku pengguna (Usoro, 2000), keamanan dan kepercayaan (Skordas, 2007; Brett, 2003). Perilaku pengguna yang tanpa arah (blind user) akan sangat berpotensi memicu terjadinya kerusakan pada infrastruktur dan sistem TI. Keamanan sistem dan kepercayaan juga menjadi perhatian khusus, karena perusahaan akan terus merasa bimbang dengan keamanan data perusahaan apabila TI yang dibangun tidak aman dan terpercaya (Brett, 2005). Isu keamanan tidak hanya menyangkut pengamanan secara fisik, tetapi juga pengamanan non fisik seperti lalu-lintas atau transaksi melalui jaringan.
Terkait dengan TI yang bagaimanakah yang bisa memberikan keuntungan kepada perusahaan, hal itu sangat ditentukan oleh strategi dan manajemen implementasi serta proses pembangunan teknologi yang digunakan (Qiang, et al., 2006; Ugwu et al., 2007).
3. STUDI KASUS
Tuan X adalah General Manager A Company, sebuah perusahaan perkapalan yang berbasis di Singapura. Sebagai perusahaan UKM muda yang terus berkembang, Tuan X menginvestasikan sebagian modal perusahaan untuk promosi di media cetak dan elektronik, serta melatih kemampuan karyawan melalui berbagai kursus. Untuk mendukung kerja karyawan, A Company menggunakan komputer dasar (Basic PC) yang dilengkapi dengan office software. Seperti kebanyakan UKM lainnya, A Company juga memiliki akses internet yang hanya dapat digunakan secara terbatas di beberapa PC. A Company memiliki satu buah email resmi yang masih menggunakan domain dari ISP (Internet Service Provider). Untuk komunikasi dilingkungan karyawan, mereka menggunakan fasilitas email gratis yang banyak tersedia di internet. Email gratis ini kadang juga digunakan untuk berkomunikasi dengan supplier dan pelanggan.
Sebagai perusahaan UKM yang terus berkembang cepat, Tuan X mulai berfikir untuk mengembangkan A Company lebih professional. Harapan Tuan X, calon pelanggan potensial, pelanggan, supplier dan karyawan lebih mengenal A Company. Disisi lain, ia juga berharap agar cara yang digunakan lebih efisien, hemat biaya, tetapi menampilkan sosok perusahaan yang meyakinkan atau bonafit. Tuan X meyakini, bahwa berkomunikasi menggunakan alamat email atau domain sendiri; promosi melalui website sendiri; data yang terintegrasi dan dapat diakses disemua komputer perusahaan akan dapat membawa perusahaan menjadi lebih profesional.
A Company tidak memiliki departemen khusus untuk menangani TI. Untuk mewujudkan keinginannya, Tuan X meminta bantuan perusahaan khusus TI. Implementasi TI dikerjakan oleh perusahaan TI (sebagai pemenang tender) dalam jangka waktu kontrak 1 tahun, Dalam proses implementasi, Tuan X menyerahkan tugas dan tanggung-jawab kepada bawahannya. Semua karyawan dilibatkan dalam pertemuan dan diskusi dengan perusahaan pembangun TI. Dari waktu kontrak 1 tahun yang disepakati, TI yang bisa diimplementasikan adalah pembangunan jaringan komputer, akses internet, email, dan pembangunan data terpusat. Sedangkan untuk website belum bisa dikerjakan sepenuhnya karena sebagian besar waktu yang tersedia habis digunakan untuk menyatukan keinginan para pihak yang terkait dalam implementasi.
Meskipun demikian, sistem yang dibangun mulai dirasakan manfaatnya oleh A Company. Komunikasi melalui email mulai dapat dilakukan karyawan dengan supplier dan pelanggan. Pengambilan keputusan sudah mulai bisa dilakukan dengan cepat karena data yang diperlukan sudah terpusat. Tuan X juga merasakan terjadinya penghematan dalam penggunaan kertas dan alat tulis, karena perusahaan mulai menerapkan e-document. Namun demikian, kepuasan Tuan X tidak bertahan lama, karena sistem TI mulai menimbulkan masalah. Hal itu misalnya terjadi pada email yang mengalami over quota dan dibanjiri virus, sehingga komunikasi perusahaan dengan pelanggan menjadi terputus dan komputer perusahaan menjadi rusak. Hal yang terjadi tidak hanya membuat kerjaan perusahaan menjadi terganggu, tetapi berbagai peluang bisnis menjadi hilang. Citra perusahaan dimana supplier dan pelanggan menjadi berubah dan A Company harus menanggung kerugian investasi.
Tuan X baru menyadari bahwa implementasi TI yang dilakukan belum memberikan hasil positif secara keseluruhan kepada perusahaannya. Ditambah lagi ia harus menyiapkan budget tambahan untuk memperbaiki sistem jaringan yang rusak. Kekecewaan Tuan X bertambah ketika budget yang diusulkan dalam proposal implementasi tidak termasuk biaya perawatan. Tuan X akhirnya memutuskan untuk menghentikan proyek pengerjaan website, karena TI yang sudah diimplementasikan merugikan perusahaan dan menghabiskan budget yang sudah dialokasikan sebelum keseluruhan proyek selesai dilaksanakan.
4. MODEL IMPLEMENTASI
Menggunakan model dalam implementasi dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain; memastikan bahwa tidak ada sesuatu yang tertinggal; menyiapkan sebuah bingkai dasar kerja untuk lahirnya sebuah disain; menciptakan konsistensi dalam berkreasi, memastikan semua kerjaan dapat dilakukan tepat waktu, dan memberikan kenyamanan kepada pihak manajemen dan konsumen; memberikan kesempatan kepada pihak manajemen dan konsumen untuk menyocokkan keinginan mereka dengan disain yang dirancang (Teare, 2007).
Model memainkan peranan yang sangat penting, karena keberhasilan dalam pembangunan TI sangat ditentukan oleh model yang digunakan (O’brein, 2006). Model yang umum digunakan untuk implementasi adalah Waterfall Cycle (siklus air terjun) dan Spiral Cycle (siklus spiral) (Thomson, 2000). Disamping itu, ada pula model lain yang digunakan untuk implementasi TI di UKM, seperti model kolaborasi versi SITF (SITF, 2006).
Model Waterfall cycle
Model Waterfall cycle dipopulerkan pertama kali oleh Winston W. Royce pada 1970. Model ini pada awalnya digunakan untuk pembangunan software, namun dalam perjalanannya, ia juga diadaptasi untuk pembangunan TI dalam spektrum yang lebih luas. Menurut Schach (1999), model waterfall hanya populer digunakan sampai awal 1980-an.
Tahapan implementasi menggunakan Model Waterfall cycle, terdiri dari;
1. Kumpulkan syarat-syarat yang diperlukan
2. Lakukan disain
3. Lakukan pemograman
4. Lakukan integrasi
5. Penyelesaian akhir
6. Penjagaan dan perawatan
Model Waterfall cycle
Keuntungan dari model waterfall adalah; Pengujian dilakukan tidak hanya pada akhir pengerjaan. Setiap fase yang dikerjakan selalu dilakukan pengujian (testing) (Schach, 1999). Pengujian mencakup dua tindakan; yaitu verifikasi dan validasi (V & V). Keuntungan lainnya adalah semua rencana dikerjakan harus menurut fase. Semua unsur yang terlibat mengetahui dengan pasti setiap perkembangan. Perkiraan kapan selesainya implementasi juga lebih mudah diketahui karena dapat dikenali melalui tahapan-tahapan model waterfall. Bagaimanapun, model waterfall memiliki kelemahan, yaitu tidak dimungkinkannya melakukan revisi atau perbaikan. Satu kali sudah melewati fase pengujian, akan sangat sulit untuk kembali dan melakukan perubahan (Thomson, 2000).
Pembangunan TI menggunakan model waterfall memiliki ciri khas prosedural dan kesempurnaan. Hal-hal yang diperlukan pada tahap tertentu harus dikerjakan sampai tuntas sebelum melangkah ke tahap berikutnya. Apabila tidak mengikuti prosedur dan syarat-syarat yang telah ditetapkan, maka kemungkinan keterlambatan (project delay) atau kekurangan biaya (over budget) bisa terjadi. Model waterfall hanya sempurna dari segi konsep tetapi sangat sulit diterapkan dalam praktek, karena hampir mustahil terjadi kesempurnaan disetiap tahapan (Parnas, 2006).
Model Spiral cycle
Disebut spiral cycle karena tahapannya selalu berputar seperti spiral. Model ini dikemukakan pertama kali oleh Barry Boehm dalam artikel A Spiral Model of Software Development and Enhancement pada 1988. Spiral merupakan pengembangan dari waterfall cycle dan banyak digunakan dewasa ini (Thomson, 2000). Prinsip utama dari model spiral cycle adalah mengantisipasi perubahan manajemen organisasi atau perusahaan. Perubahan manajemen seringkali menyebabkan perombakan disain implementasi yang sudah dirancang (Teare, 2007). Model spiral cycle memiliki 6 tahapan;
1. Persiapan
2. Perencanaan
3. Disain
4. Implementasi
5. Pengoperasian
6. Optimalisasi
Model Spiral cycle
Setiap tahapan memiliki syarat-syarat yang harus dilengkapi (formal requirements). Perusahaan atau vendor TI merumuskan, mengkaji, menganalisa syarat-syarat formal yang diperlukan untuk setiap tahapan. Model ini juga menekankan pentingnya mengikuti tahapan atau prosedur yang sudah ditentukan. Perbedaannya dengan model waterfall adalah, model spiral menggabungkan konsep prototype dengan konsep waterfall. Yang menonjol dari konsep prototype adalah; untuk bisa melangkah ke tahap berikutnya tidak perlu menunggu kesempurnaan.
Kelebihan dari model spiral adalah penyelesaian dan biaya proyek lebih mudah diperkirakan, karena hal-hal penting sudah dapat diketahui lebih awal yaitu pada saat pembuatan prototype. Sedangkan kelemahan dari model spiral adalah melibatkan banyak pihak, biaya mahal, dan proyek cenderung bersifat kompleks (Wikipedia, 2008).
Model Kolaborasi
Model ini digunakan oleh Singapore Infocomm Technology Federation (SITF) berdasarkan studi kasus implementasi TI pada sebuah UKM di Singapura pada 2006.
Jika model waterfall cycle dan spiral cycle menggunakan 6 tahapan implementasi, maka model kolaborasi versi SITF hanya menggunakan 3 tahapan, yaitu;
1. Identifikasi jenis TI yang diperlukan perusahaan.
2. Pilih dan tentukan Perusahaan Vendor TI.
3. Serahkan penyediaan dan pengelolaan TI kepada vendor.
Pada tahap identifikasi, SITF menggaris-bawahi 3 hal yang perlu dilakukan, yaitu; pahami keperluan perusahaan, tentukan TI yang tepat, dan rumuskan jenis proyek yang akan dilakukan.
Model ini menggaris-bawahi pentingnya UKM yang bergerak dibidang bukan TI untuk fokus kepada bisnis utamanya. Untuk pengerjaan proyek implementasi TI, agar dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dibidang implementasi TI. Jadi ada kerjasama atau kolaborasi antara UKM yang bukan bergerak dibidang TI dengan perusahaan yang bergerak dibidang TI. Model ini juga menekankan pentingnya perusahaan memilih dan menentukan perusahaan vendor TI yang akan mengerjakan proyek impementasi. Dan yang paling menarik dari model ini adalah, pembangunan dan perawatan TI sepenuhnya diserahkan kepada vendor.
Disatu sisi, kolaborasi seperti ini akan menguntungkan UKM, karena pengawasan TI dapat dilakukan terus-menerus oleh perusahaan TI. Keuntungan lainnya adalah mungkin dari segi biaya dan perawatan, apabila kualitas TI yang dibangun bagus. Sebaliknya, apabila kualitas TI yang dibangun tidak bagus, perusahaan akan mengalami kerugian besar. Kasus yang dialami oleh A Company sebagaimana yang dikemukakan di studi kasus misalnya, perusahaan mengalami kerugian karena kualitas TI yang dibangun vendor atau realisasi dari konsep yang sudah disusun tidak memuaskan. Jadi, kelemahan utama dari model kolaborasi adalah kualitas pembangunan TI sangat ditentukan oleh pengalaman dan kemampuan vendor.
5. DISKUSI
Dalam kenyataannya, model implementasi seperti; waterfall, spiral, dan kolaborasi, masih sulit dijadikan model untuk implementasi TI pada UKM yang memiliki sumber daya terbatas. Jika model waterfall sempurna dalam konsep namun sulit dalam realisasi, maka model spiral melibatkan banyak pihak, biaya mahal, dan proyek cenderung bersifat kompleks. Disisi lain, model kolaborasi juga memiliki kelemahan karena implementasi didasarkan kepada pengalaman dan kemampuan vendor.
Dalam upaya merumuskan sebuah model yang diharapkan akan menjadi model yang paling sesuai buat UKM, ada beberapa hal terkait yang perlu didiskusikan;
Proses usaha (Business Process)
Perusahaan selalu menginginkan agar visi dan misi yang sudah dirumuskan bisa terwujud. Untuk mewujudkan tujuan itu, perusahaan harus mengintegrasikan TI dengan proses usaha mereka (Boisvert, 2006).
Secara umum, proses usaha terdiri dari 3 proses, yaitu; proses manajemen (management process), proses operasional (operational process), dan proses pendukung (supporting process) (Wikipedia, 2008). Proses manajemen terdiri dari supplier, sumber daya manusia, dan pelanggan. Proses operasional terdiri disain produk, pembuatan produk, produk, gudang/penyimpanan, pemasaran, penjualan, pengaturan pemesanan, dan pelayanan pasca penjualan. Sedangkan proses pendukung terdiri dari informasi, promosi, transaksi, dan relasi.
Sketsa berikut ini menggambarkan bagaimana TI berintegrasi dengan proses usaha.
Implementasi TI yang berpedoman kepada visi dan misi perusahaan, akan melekat pada proses pendukung. TI akan memainkan peranan sebagai alat pendukung informasi, alat pendukung promosi, alat pendukung transaksi, dan alat pendukung relasi. Integrasi TI pada proses pendukung, juga berintegrasi dengan proses manajemen dan operasional. TI berperan menghubungkan perusahaan dengan supplier dan menghubungkan perusahaan dengan pelanggan. TI juga berperan dalam proses produksi, penjualan, dan pelayanan pasca penjualan.
Setiap perusahaan memiliki visi dan misi. Pembangunan proses usaha, menurut konsep ideal, dibangun berdasarkan visi dan misi perusahaan. Mengenali proses usaha sebuah UKM dalam implementasi TI adalah sangat penting, karena TI akan bisa berintegrasi apabila proses usaha sudah diketahui. Kegagalan dalam mengenali proses usaha sebelum melakukan implementasi TI akan berakibat kepada kegagalan dalam pencapaian visi dan misi perusahaan.
Integrasi dengan legacy system
Isu terkait lainnya yang perlu didiskusikan adalah masalah integrasi sistem TI baru dengan legacy system. Sistem TI dijadikan alat oleh perusahaan dalam mendukung proses usaha. Karena itu, sistem TI yang dibangun haruslah bisa digunakan untuk beberapa tahun. Sistem TI yang sudah lama atau sudah tidak reliable akan mudah mengalami kerusakan. Apabila itu terjadi, maka ia akan memberikan efek serius kepada usaha yang dijalankan.
Agar efek serius yang dialami perusahaan tidak bertambah parah, maka sistem lama yang sudah tidak reliable yang masih digunakan (legacy system), perlu diganti atau diremajakan dengan sistem baru. Integrasi sistem baru dengan legacy system memiliki resiko yang besar (Chowdhury et al., 2004). Diantara resiko itu adalah; (1) Legacy system tidak memiliki spesifikasi yang lengkap, sehingga sulit mengetahui keberadaan sistem baru bisa diterima atau tidak; (2) Proses usaha dan legacy system terkait satu sama lain. Jika sistem diganti, maka proses usaha juga harus dirubah, sehingga perubahan ini berpotensi terhadap biaya dan konsekuensi lain; (3) Informasi penting perusahaan disimpan dalam legacy system sementara informasi itu tidak disimpan ditempat lain; (4) Implementasi TI yang baru memiliki resiko kegagalan yang bisa terjadi diluar perkiraan; (5) Sistem keamanan dalam proses integrasi tidak bisa dijaga dengan baik (Chowdhury et al., 2004; Ernest et al., 2007).
Secara umum, karakteristik dari legacy system adalah; maintenance biaya tinggi, struktur yang kompleks, ketinggalan zaman, tidak memiliki tenaga ahli, beresiko terhadap bisnis, diperlukan perubahan setiap saat, sulit dikenali, sulit dipahami (Chowdhury et al., 2004; Ulrich, 2002).
Budaya kerja perusahaan
Kesuksesan implementasi TI juga sangat ditentukan oleh dukungan penuh dari perusahaan (Bryson, 2006). Dukungan sangat dipengaruhi oleh budaya kerja. Baik perusahaan besar maupun UKM, budaya kerja sulit dikenali oleh orang luar, dan demikian pula halnya oleh karyawan (McDermott et al., 2001). Meskipun perusahaan memiliki peraturan kerja, dalam praktek, implementasinya akan sangat dipengaruhi oleh budaya kerja. Budaya kerja seperti penolakan, gosip, tidak mau tahu (apriori), menyalahkan, tidak bisa dihindari dilingkungan kerja. Hal yang sama juga terjadi didalam implementasi TI (De Long, 2000). Diantara budaya kerja perusahaan yang harus dihadapi dalam implementasi TI adalah; kurangnya pemahaman terhadap pentingnya TI; penolakan tanpa didasarkan kepada pengetahuan; tidak mau bekerjasama dengan berbagai alasan; kecurigaan dan ketidak-percayaan (World Bank, 2006).
Kolaborasi dengan partner atau vendor
Diantara alasan utama memilih berkolaborasi dengan vendor dalam implementasi TI adalah karena biaya yang akan ditanggung perusahaan lebih murah, dikerjakan oleh tenaga ahli profesional, teknologi yang digunakan lebih advance, waktu yang tersedia sangat sempit, sumber daya yang dimiliki perusahaan terbatas (Yourdon, 2004; Warne, 2003), atau karena perusahaan ingin lebih fokus kepada bisnis utamanya (Meyer, 2006).
Meskipun kolaborasi menawarkan berbagai keuntungan, tidak hati-hati dan tidak teliti dalam berkolaborasi, justru akan berakibat buruk kepada perusahaan.
Diantara akibat buruk yang ditimbulkan oleh kolaborasi adalah; akibat kesalahan vendor, biaya implementasi menjadi lebih mahal; ketergantungan kepada vendor mengakibatkan perusahaan kehilangan kontrol; kualitas implementasi yang buruk membuat citra perusahaan menjadi negatif dimata karyawan, supplier, pelanggan; kesulitan dalam memenej hubungan dengan vendor; masalah kepercayaan, misalnya vendor membeberkan rahasia perusahaan kepada kompetitor (Schniederjans, 2005). Disamping kolaborasi memberikan nilai positif dan negatif, isu lainnya yang perlu didiskusikan adalah terkait dengan sistem keamanan, updating, serta maintenance yang ditawarkan vendor (SITF, 2006; Khosrowpour, 2002).
Keputusan perusahaan untuk melakukan kolaborasi, harus didasarkan kepada pertimbangan yang matang. Agar terhindar dari efek negatif kolaborasi, perusahaan hendaknya melakukan proses pemilihan vendor secara teliti. SITF memiliki konsep cara pemilihan vendor, yaitu dimulai dengan proses seleksi (tender), kemudian vendor yang memenangkan tender harus di menej dan diikat dengan perjanjian (SITF, 2006).
Meskipun terdapat berbagai usaha untuk mengikat vendor, sebagian perusahaan masih tetap memiliki keraguan untuk berkolaborasi dengan vendor. Keraguan yang paling dominan adalah masalah kepercayaan dan keamanan (security and Trust) (Dooly et al., 2007).
Interaksi dengan klien
Interaksi dengan klien (supplier dan pelanggan) sangat penting dilakukan agar perusahaan tetap bisa kompetitif. Untuk itu, perusahaan dituntut untuk terus berupaya memenuhi ekspektasi supplier dan pelanggan (Ho et al., 2003). Interaksi perusahaan dengan klien akan semakin baik apabila perusahaan bisa memberikan pelayanan melebihi ekspektasi klien (Williams, 2004). IT berperan sebagai alat pendukung untuk berinteraksinya perusahaan dengan klien, seperti terintegrasinya TI kedalam sistem penjualan, produksi, operasi internal dan dalam pemgambilan keputusan. Contoh lain adalah terintegrasinya customer relationship management (CRM) system. Oleh karena itu, konsep implementasi TI haruslah mudah, aman dan nyaman dalam penggunaan (Cunningham, 2003), baik penggunaan oleh perusahaan maupun klien. Mudah dalam arti, sistem TI tidak kompleks sehingga membingungkan. Aman dalam arti komunikasi dan transaksi antara perusahaan dengan klien terjaga. Nyaman dalam arti privacy pelanggan terpelihara. Karena itu, implementasi TI pada UKM harus pula melihat proses interaksi dengan klien, sehingga TI yang diimplementasikan bisa memberikan hasil positif kepada perusahaan dan ekspektasi klien juga bisa terpenuhi oleh perusahaan.
6. REKOMENDASI
Untuk mendapat sebuah model final, ia sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang terlibat didalam sebuah UKM. Ketika melakukan implementasi TI pada UKM, sangat direkomendasikan untuk memperhatikan faktor-faktor dan tantangan yang terlibat didalam implementasi.
7. KESIMPULAN
Model sangat berpengaruh terhadap hasil implementasi. Karena itu, perumusan model sangat diperlukan. Didalam merumuskan sebuah model, terdapat faktor-faktor yang memainkan peranan yang harus dipertimbangkan.
Daftar Pustaka
[1]. ASTA, “10 Steps to the Successful Implementation of a Project Portfolio Management Solution”, ASTA, 2007. http://www.teamplan.co.uk
[2]. Boisvert, Hugues, “The use of Internet in SME. Its impact on business processes”, HEC-Montreal, CMA International Centre, Canada, 2006.
[3]. Bryson, Jo, “Managing Information Services: A Transformational Approach”, Ashgate Publishing, UK, 2006.
[4]. Brett, Tony, “ICT Security issues in Europe”, Oxford University, 2003. http://users.ox.ac.uk/~tony/
[5]. Brett, Tony, “Data Protection and Freedom of Information Acts”, Oxford University, 2005. http://users.ox.ac.uk/~tony/
[6]. Boekhoudt, Piet and Petra van der Stappen, " The ASPect Project Case: a Model for SME Adoption of ICT Innovation", Association for Computing Machinery (ACM), 2004
[7]. Choudhury, Amit, “Most Singapore IT Projects Fail to Achieve Outcome”, The Business Times, Singapore, 16 July 2007.
[8]. Chowdhury, Maria Wahid and Muhammad Zafar Iqbal, “Integration of Legacy Systems in Software Architecture”, School of Electrical Engineering and Computer Science, University of Central Florida, 2004. www.cs.ucf.edu/~leavens/SAVCBS/2004/posters/Chowhury-Iqbal.pdf
[9]. Cunningham, Miriam, “Building the Knowledge Economy: Issues, Applications, Case Studies”, IOS Press, Netherlands, 2003
[10]. De Long, D. W., and Fahey, L., “Diagnosing cultural barriers to knowledge management”, The Academy of management executive 14, 2001.
[11]. Ernest, Terry and Jones, “Managing IT Business Risk; Safeguarding The Organisation From IT Failure”, Mercury and The Economic Intelligent Unit (EIU), 2007
[12]. Europa Commission, “The new SME definition: User guide and model declaration”, Enterprise and
Industry Publications, EC, 2003
[13]. Daniel, April, “Classifying Information and Communication Technology (ICT) Services”, OECD, 2007
[14]. Doucet, Joseph, “Project Management: Challenges & Lessons Learned”, University of Texas, United States of America, Feb 2007. http://www.beg.utexas.edu/energyecon/ua_2007/AB_Project_Mgt_challenges.pdf
[15]. Ho, Teck H. and Yu-Sheng Zheng, “Setting Customer Expectation in Service Delivery: An Integrated Marketing-Operations Perspective”, University of California, Berkeley, 2003
[16]. Hewlett Packard, “HP Project and Portfolio Management (PPM) Resource Management Module”, HP Singapore, 2007
[17]. Hustadt, Ullrich, ” Data Structures and Information Systems”, University of Liverpool, 2008. http://www.csc.liv.ac.uk/~ullrich/COMP102/notes/lect27.pdf
[18]. IPS, “Managing the Project Portfolio”, IPS Associates Asia Pte Ltd, Singapore, 2007.
[19]. Kerr, Door Paul, “Goal Setting Garbage”, Instituut voor Eclectische Psychologie, 2006. http://www.iepdoc.nl/biblio/artikel_detail_hell.asp?ID=149
[20]. Khosrowpour, Mehdi, “Issues and Trends of Information Technology Management in Contemporary”, Idea Group Inc (IGI), USA, 2002.
[21]. Kotelnikov, Vadim, “Small and Medium Enterprises and ICT”, Asia-Pacific Development Information Programme-UNDP, 2007
[22]. Kusmuljono, B.S., “UMKM & Prospek Ekonomi 2006”, Dialog Ekonomi 2005 & Prospek Ekonomi Indonesia Tahun 2006, Kamar Dagang & Industri Indonesia, 20 Desember 2005
[23]. McDermott, R. and O’Dell, C., “Overcoming cultural barriers to sharing knowledge”, Journal of knowledge management, 2001.
[24]. Matthews, Paul, “ICT Assimilation and SME Expansion”, Overseas Development Institute, London, 2007
[25]. Meyer , David, “Sony Europe is outsourcing several of its core IT development functions to India-based Satyam Computer Services”, CNet News.com, 2006. http://www.news.com/Sony+outsources+IT+development+to+India/2100-1012_3-6142005.html
[26]. Moodley, S., “E-Business in the South African Apparel Sector: a Utopian Vision of Efficiency?”, The Developing Economics, 2002
[27]. OECD, “ICT, E-Business and SMEs”, Organisation For Economic Co-Operation And Development, 2004.
[28]. OECD, “Information Technology Outlook 2002”, OECD, Paris, 2002.
[29]. Parnas, David L. and Paul C. Clements, “A Rational Design Process: How And Why To Fake It”, Computer
Science Department, University of Victoria, Canada, 2006
[30]. Qiang, C. Z., Clarke, G. R., and Halewood, N., “The Role of ICT in Doing Business' Information and Communications for Development - Global Trends and Policies”, Washington DC: World Bank, 2006.
[31]. Raymond, L., Bergeron, F., and Blili, S., “The Assimilation of E-business in Manufacturing SMEs: Determinants and Effects on Growth and Internationalization”, Electronic Markets 15 (2), 2005.
[32]. Schniederjans, Marc J., “Outsourcing And Insourcing in an International Context”, M.E. Sharpe, NY, 2005.
[33]. Skordas, Thomas, “Trust, Security and Dependability
in Service Oriented Infrastructures, 2nd ESFORS Workshop, Maribor, 2007
[34]. Standish Group, “The Chaos Report 1995”, The Standish Group International, Inc., United States, 1995
[35]. Sukandar, Sidik, Kontribusi UKM terhadap PDB Capai 53,3%, Media Indonesia Online, 2007. www.mediaindonesia.com
[36]. Ugwu, Onuegbu O, Mohan M Kumaraswamy, Critical Success Factors for Construction ICT Projects-Some Empirical Evidence and Lessons for Emerging Economies, ITCon Vol. 12, 2007. http://itcon.org/2007/16/
[37]. Ugwu Onuegbu O, Ng S. T, Mohan M Kumaraswamy, “Key Enablers in IT Implementation-A Hong Kong Construction Industry Perspective”, 4th Joint International Symposium on Information Technology in Civil Engineering (Flood I, Ed.), Nashville, Tennessee USA, 15-16 November 2003.
[38]. Ulrich, William, “Legacy Systems: Transformation Strategies”, Prentice Hall, USA, 2002
[39]. Usoro, Abel, “Attitude as a Factor for the Use of Information and Communication Technology for Global Planning”, Computing and Information Systems, University of Paisley, 2000.
[40]. Warne, Thomas R., “State Dot Outsourcing and Private-Sector Utilization”, Transportation Research Board, US, 2003.
[41]. “What is ICT”, Bishop Wordsworth's School, 2008. http://www.bws.wilts.sch.uk/curriculum/departments/ict/ict.htm
[42]. Whittaker, Brenda, “What Went Wrong? Unsuccessful Information Technology Projects”, MCB University Press, 1999
[43]. “Wider Outreach for Software Market, Says Rafidah”, Bernama The Malaysian National News Agency, 9 May 2005.
[44]. Williams, John A., “Current Issues and Development in Hospitality and Tourism Satisfaction”, Haworth Press, USA, 2004.
[45]. Wikipedia, “Spiral model”, accessed 17 March 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Spiral_model
[46]. Wikipedia (2), “Business process”, accessed 19 March 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/Business_process
[47]. World Bank, “Information and Communications for Development: Global Trends and Policies”, The World Bank, 2006
[48]. Yourdon, Edward, “Outsource: Competing in the Global Productivity Race”, Prentice Hall, US, 2004
1 komentar: on "Studi Kasus Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
pada UKM Dengan Sumber Daya Terbatas"
Hi there, just became aware of your blog through Google, and found that it's really informative. I'm gonna watch out for brussels.
I'll be grateful if you continue this in future. Numerous people will be benefited from your writing. Cheers!
http://pemasaraninternet.webs.com/
Also see my web site > pemasaran internet
Posting Komentar