STUDI KASUS FITOREMEDIASI PETROLEUM HIDROKARBON
Latar Belakang
Petroleum Hidrokarbon (PHK) à bahan kimia alami, banyak digunakan oleh manusia utk berbagai keperluan (misal: kendaraan, industri, rumah tangga).
PHK:
Contoh: gas alam, minyak mentah, tar, aspal
Komposisi:
Alkana à metana, etana, propana
Aromatik à benzen, toluen, etilbenzen, silen (disebut sebagai BTEX)
PAH à naftalen, fenantren, antracen, benzo-a-piren
Industrialisasi à meningkatkan jumlah industri petrokimia à meningkatnya jumlah pencemaran senyawa PHK atau limbahnya, contoh: kawasan Saskatchewan (Kanada) à ratusan tempat tercemar PHK (Carlson, 1998)
Tujuan
Mengevaluasi efektifitas fitoremediasi, utamanya pada ekosistem tanah dan air-tanah yang tercemar PHK, misalnya daerah dekat saluran pembuangan/perpipaan, sumur-sumur pemboran, dan sejenisnya
Tinjauan Pustaka
Berbagai macam tanaman telah diketahui memiliki potensi digunakan sbg fitoremediasi utk senyawa PHK (Tabel 1).
Kelompok tanaman spt rumput-rumputan dan kacang-kacangan (legumes) berpotensi sangat besar dibanding tanaman lainnya. Rerumputan di padang rumput yang paling tinggi kemampuan sbg fitoremediasi karena sistem perakarannya yang sangat banyak, kuat, dan menyebar dlm tanah.
Sistem perakaran rumput mempunyai luas permukaan maksimum (per m3 tanah) drpd tanaman lainnya serta mampu menembus ke dlm tanah sampai 3 m (Aprill dan Sims, 1990). Selain itu keragaman genetiknya tinggi, shg memberi keunggulan dlm hal daya tahan di tanah yg kurang menguntungkan.
Kelompok kacang-kacangan memiliki kelebihan dibanding non-legumes krn kemampuan menambat N2 dari udara, shg tanaman ini tdk perlu berkompetisi dg mikrobia tanah dan tanaman lain utk memperoleh N2 yang jumlahnya berkurang akibat pencemaran oleh PHK (Gudin dan Syratt, 1975).
Aprill dan Sims (1990) menggunakankan campuran 8 jenis rumput yang ditumbuhkan di tanah berpasir utk mendegradasi 4 macam PAH (benzo-a-piren, benzo-a-antrasen, dibenzo-a,h-antrasen, dan krisen). Hasil: PAH terdegradasi pada kawasan yg ditanami 8 jenis rumput drpd kontrol (tidak ditanami rumput). Simpulan: fitoremediasi meningkatkan berkurangnya PAH dlm tanah. Urutan PAH yang terdegradasi sbb: benzo-a-antrasen > krisen > benzo-a-piren > benzo-a,h-antrasen.
Catatan: urutan tsb memperlihatkan tingkat kelarutan macam PAH terhadap air à semakin mudah larut dlm air, semakin cepat berkurang dlm tanah.
Qiu dkk (1997) menggunakan 12 jenis rumput kerbau (buffalograss) utk mendegradasi naftalen pada tanah lempung. Peneliti memilih 12 jenis rumput kerbau utk mendegradasi PAH. Hasil: rumput kerbau mempercepat hilangnya PAH dengan berat molekul rendah spt naftalen, floren, dan, fenantren dibanding kontrol. Hanya 1 jenis rumput (Verde kleingrass) mampu mempercepat hilangnya PAH dengan molekul besar spt piren, benzo-a-antrasen, dan benzo-a-piren dibanding kontrol.
Gunther dkk (1996) mendapatkan bahwa tanah tercemar yg ditanami rumput ryegrass memperlihatkan kehilangan paling besar senyawa HK, spt n-alkana (C10, C14, C18, C22, dan C24), pristana, heksadekana, fenantren, antrasen, floranten, dan piren. Setelah 22 minggu konsentrasi senyawa HK awal sebesar 4330 mg per kg tanah berkurang menjadi 120 mg/kg tanah (berkurang sebesar 97%), tapi hanya 82% pada kontrol.
Reilley dkk (1996) menunjukkan rumput dan legume dapat meningkatkan hilangnya PAH pada tanah tercemar. Para peneliti menggunakan legume (Alfalfa) dan 3 jenis rumput secara terpisah. Macam PAH: piren dan antrasen. Hasil: tanah yang ditanami lebih baik (30-40% lebih tinggi) drpd tanah yg tidak ditanami. Mekanisme utama yg terlibat: degradasi PAH tjd pd rizosfer melalui disipasi, sedang perembesan, absorbsi oleh tanaman, degradasi abiotik, mineralisasi, dan penyerapan tak-balik (irreversible sorption) tidak signifikan.
Dasar Teori
Mekanisme fitoremediasi à 3 macam: degradasi, penyerapan, dan pemindahan (transfer HK dari tanah ke udara).
a. Degradasi
Peran tanaman thd degradasi senyawa HK dpt langsung maupun tidak langsung menjadi produk spt alkohol, asam, CO2, dan H2O). Produk tsb kurang berbahaya dan tidak tahan lama di lingkungan (Eweis dkk, 1998).
a.1. Efek Rizosfer (ER)
Rizosfer: daerah pd tanah yg paling dekat dg akar tanaman, shg ada di bawah pengaruh sistem perakaran. Tanaman menyediakan cairan (eksudat) akar yg terdiri dr karbon, enerji, nutrien, enzim dan kadang O2 bg mikrobia tanah. Cairan akar berupa alkohol, gula, dan asam (yg merupakan 10-20% hasil fotosintesis tanaman) memasok enerji dan karbon yg cukup bagi sebesar 108-109 sel mikrobia per gram tanah pd rizosfer (Erickson dkk, 1995). Adanya cairan akar ini maka populasi mikrobia menjadi 5-100 kali lebih banyak drpd di bagian tanah lainnya (Gambar 1). Meningkatnya jumlah populasi mikrobia inilah yg dikenal sbg Efek Rizosfer (ER) (Atlas dan Bartha, 1998).
Gunther dkk (1996) mendapatkan tingginya jumlah dan aktivitas mikrobia tanah seiring dg tingginya degradasi senyawa HK pd tanah yg ditanami ryegrass. Para peneliti menduga perakaran rumput menstimulasi mikrobia, yg kmd meningkatkan tjd degradasi campuran senyawa HK.
Radwan dkk (1998) mengidentifikasi sistem perakaran bbrp tanaman dr gurun Kuwait spt Senecio glaucus, Cyperus conglomeratus, Launaea mucronata, Picris babylonia, dan Salsola imbricata serta tumbuhan budidaya spt Vicia faba dan Lupinus albus yg sangat banyak dijumpai bakteri pengguna HK yaitu Cellulomonas flavigena, Rhodococcus erythropolis, dan Arthrobacter sp.
a.2. Degradasi Langsung dan Tidak Langsung
Bukti degradasi langsung masih belum banyak diketahui.
Durmishidze (1977) melakukan beberapa studi kasus di Soviet yg memperlihatkan kecambah jagung, teh, dan batang poplar dapat memetabolisme metana menjadi berbagai macam asam. Bukti tsb ditunjukkan dg metode radiasi (radiolabel) pd senyawa-senyawa spt metana, etana, propana, butana, dan pentana yg dihasilkan oleh kecambah kacang, kecambah jagung, teh, anggur, walnut, dan quince.
Kemampuan mengasimilasi n-alkana dan membebaskan 14CO2 dpt diketahui lewat daun dan akar, baik dr seluruh biomasa tanaman atau bagian tubuh tanaman.
Jalur umum konversi alkana dlm tubuh tanaman sbb:
n-alkanan à alkohol primer à asam lemak à asetil-CoA à macam-macam senyawa
Durmishidze (1977) juga melaporkan bahwa benzen, toluen, dan silen dpt dimetabolisme oleh rumput penghasil biji dlm waktu hanya 2-3 hari, oleh jagung dlm waktu 4-5 hari, oleh tanaman keras (root crops) dlm waktu 5-6 hari. Fenol merupakan produk akhir asimilasi benzen. Produk utama pemecahan toluen adalah glikol serta glioksalat, fumarat, suksinat, dan asam malat. Benzo-a-piren dpt dimetabolisme selama 14 hari oleh jagung dan kacang, alfalfa, ryegrass, mentimun, labu, rumput anggrek (orchard grass) dan vetch dg tingkat degradasi sebesar 2-18%.
Edwards (1988) mencatat bahwa metabolisme [14C]antrasen dan [14C]benz-a-antrasen oleh kacang tanah (bush bean). Dalam tubuh tanaman senyawa induk diubah menjadi metabolit polar dan non-polar. Hal yg menarik: metabolit yg polar dlm jumlah cukup besar diubah menjadi larutan nutrien dan dikeluarkan sbg cairan akar (eksudat).
Bukti degradasi tidak langsung lebih banyak dijumpai pd tanaman, khususnya dlm mendegradasi senyawa PHK. Bukti-bukti tsb antara lain meliputi:
i) pasokan cairan akar utk meningkatkan ER dan degradasi kometabolisme,
ii) pelepasan enzim perakaran (root-associated enzymes) yang mampu mengubah senyawa pencemar organik, dan
iii) efek fisika dan kimia sistem perakaran thd keadaan tanah.
b. Penyerapan
Penyerapan berarti juga mengurangi dan menghilangkan tingkat bioavailabilitas senyawa pencemar. Senyawa pencemar tidak harus mengalami degradasi saat di serap tanaman. Mekanisme langsung penyerapan meliputi akumulasi PHK ke dalam tubuh tanaman, penempelan (adsorpsi) senyawa pencemar pd permukaan akar (Gambar). Secara tidak langsung tanaman menghasilkan enzim yg berikatan dg senyawa pencemar, yg kmd menjadi bahan organik (misal humus).
b.1. Akumulasi Senyawa PHK
Para peneliti telah mendapati bahwa kandungan lemak dlm tanaman sangat berpengaruh thd tingkat akumulasi senyawa PHK.
Edwards (1983) melaporkan bahwa konsentrasi PAH lebih tinggi, khususnya benzo-a-piren, dpt diekstraksi dr tanaman. Schwab dkk (1998) menemukan bahwa sistem perakaran alfalfa menyerap naftalen lebih tinggi drpada fescue (Festuca arundinacea), krn akar alfalfa memiliki afinitas thd naftalen 2 kali lebih besar drpd akar fescue. Perbedaan afinitas ini berkaitan dengan kandungan lemak dlm alfalfa (10 g lemak/kg berat kering akar) sedang fescue 4,5 g/kg.
Simonich dan Hites (1994) melaporkan pinus putih (Pinus strobus) dan sugar maple (Acer saccarum) mengakumulasi PAH dlm jaringan tubuh di atas tanah. Mereka juga mendapatkan jaringan tubuh tanaman dengan kandungan lemak lebih tinggi (dedaunan pinus putih) umumnya mengandung konsentrasi PAH lebih tinggi drpd jaringan tubuh yg rendah kadar lemaknya (daun dan biji sugar maple).
Penelitian tentang model akumulasi senyawa pencemar oleh tanaman juga telah banyak dilakukan. Contoh: model koefisien partisi oktanol-air (water-octanol partititon) (Kow atau log Kow) yg merupakan pengukuran afinitas senyawa kimia thd air dibanding lemak (Mackay, 1991).
Scr umum, senyawa kimia yg mudah larut dlm air (senyawa hidrofilik, log Kow <0,5) tidak mudah terserap dlm akar atau scr aktif mampu melewati membran tanaman (Schnoor dkk, 1995).
Senyawa hidrofobik (log Kow > 3,0) tidak mudah utk dipindahkan dlm tubuh tanaman, krn senyawa ini kuat terikat dan bahkan mungkin tdk dapat melewati permukaan akar akibat tinggnya lemak di permukaan akar (Siciliano dan Germida, 1998).
Sedang kelompok hidrofobik moderat (log Kow= 0,5 – 3,0) efektif diserap tanaman.
Contoh senyawa hidrofobik moderat antara lain BTEX, senyawa yg mengandung klor, dan senyawa alifatik rantai pendek.
Model penelitian lain yg dikembangkan adalah ukuran dan berat molekul senyawa organik pencemar. Anderson dkk (1993) melaporkan penyerapan oleh akar tanaman biasanya lebih menyukai molekul dengan ukuran kecil dan berat molekul lebih ringan, sedang molekul lebih besar cenderung utk dijauhkan dr akar.
b.2. Tanaman sebagai Pompa Organik
Tanaman menguapkan sejumlah air melalui daun (transpirasi) shg mencegah tjdnya perpindahan senyawa kimia terlarut ke arah bawah. Cara semacam ini membuat tanaman berperan sbg pompa organik yg mampu mencegah baik senyawa induk maupun produk degradasinya terlarut dlm air sehingga menyebar atau merembes ke luar dr daerah perakaran. Kemampuan memompa ke arah atas ini diduga banyak tjd di kawasan semi-kering sampai kawasan kering manakala evapotranspirasi lebih besar drpd presipitasi (hujan).
c. Pemindahan PHK ke Atmosfer (Fitovolatilisasi)
Wiltse dkk (1998) mengamati terjadinya kebakaran daun pd tanaman alfalfa yg ditumbuhkan pd tanah tercemar minyak mentah. Para peneliti tsb menduga senyawa tak teridentifikasi yg berasal dr dalam tanah tercemar dipindahkan melalui tubuh tumbuhan dan kmd mengalami tranpirasi (penguapan).
Watkins dkk (1994) mendapatkan bahwa volatilisasi senyawa [14C]naftalen semakin meningkat pd tanah tercemar yg ditanami rumput jenis Bell rhodesgrass. Hasil studi ini menunjukkan bahwa naftalen yang diserap oleh akar rumput kmd masuk ke dlm jaringan tubuh rumput, dan akhirnya mengalami transpirasi.
Pengaruh Faktor Lingkungan thd Fitoremediasi
1. Struktur dan tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah
2. Ketersediaan air dan oksigen
3. Suhu
4. Nutrien
5. Cahaya matahari
6. Iklim/cuaca
Pertimbangan Khusus Penerapan Fitoremediasi
1. Pengembangan tanaman yang cocok/sesuai tujuan (meliputi kecepatan perkecambahan dan pertumbuhan serta penanaman dlm skala besar/luas)
2. Konsentrasi senyawa PHK (dampak konsentrasi thd tumbuhan, tingkat toleransi tumbuhan thd senyawa pencemar)
3. Biotransformasi, bioakumulasi, dan pembuangan (utamanya pembuangan biomassa tanaman yang tercemar)
4. Senyawa pencemar campuran (PHK plus logam berat, garam, pestisida, dll)
5. Teknik meningkatkan kemampuan fitoremediasi (pemupukan, pemberian surfaktan, dan pencangkulan)
Tabel 1. Daftar Tanaman yang telah Memperlihatkan Kemampuan Fitoremediasi Terhadap Senyawa PHK
Western wheatgrass (Agropyron smithii) big bluetem (Andropogon gerardi) Common buffalograss (Buchloe dactyloides) blue grama (Bouteoua gracilis) Bell rhodesgrass (Chloris gayana) prairie buffalograss (Buchloe dactyloides) Annual ryegrass (Lolium multiflorum) bermuda grass (Cynodon dactylon) Switchgrass (Panicum virgatum) Canada wild-rye (Elymus canadensis) Sudangrass (Sorghum vulgare) Arctared red fescue (Festuca rubra var.) Sorghum (Sorghum bicolor) duckweed (Lemna gibba) Side oats grama (Bouteloua curtipendula) ryegrass/perennial ryegrass (Lolium perenne) Carrot (Daucus carota) Verde kleingrass (Panicum coloratum var.) Tall fescue (Festuca arundinacea) bush bean (Phaseolus vulgaris) Soybean (Glycine max) winter rye (Secale cereale) Alfalfa (Medicago sativa) Indiangrass (Sorghastrum nutans) Poplar trees (Populus deltoides x nigra) Meyer zoysiagrass (Zoysia japonica) Little bluestem (Schizachyrium scorparius) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar